MENU BAR

Kamis, 01 Januari 2015

CARA MEMBUAT PUPUK

MEMBUAT PUPUK KOMPOS DARI KOTORAN TERNAK 

Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan – bahan organik atau proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme.
Bahan dasar pembuatan kompos ini adalah kotoran ternak dan bahan lain seperti serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dll, yang didekomposisi dengan bahan pemacu mikroorganisme dalam tanah (misalnya stardec atau bahan sejenis) ditambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos, selain ditambah serbuk gergaji, atau sekam, jerami padi dapat juga ditambahkan abu dan kalsit/kapur.

Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk.

Proses
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol.
Bahan yang diperlukan adalah kotoran ternak : 80 – 83%, serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi dll) : 5%, bahan pemacu mikroorganisame : 0.25%, abu sekam : 10% dan kalsit/kapur : 2%, dan juga boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran ternak minimal 40%
Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Prosesing pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ¬+ 60%, kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis, selanjutnya seluruh bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu di lokasi 1, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.

1. Pupuk Kompos dari Kotoran Sapi
Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme.
Proses
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Bahan yang diperlukan adalah kotoran sapi 80-83%, serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi, dll) 5%, bahan pemacu mikroorganisme 0,25%, abu sekam 10%, kalsit/kapur 2%, dan boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, serta kotoran ayam 25%.
Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung.
Proses pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (feses dan urin) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ±60%, kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis, selanjutnya seluruh bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu di lokasi, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat Celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
Selanjutnya setelah seminggu di lokasi 2 dilakukan kembali pembalikan untuk dipindahkan ke lokasi 3 dan dibiarkan selama satu minggu, dan setelah satu minggu di lokasi 3 kemudian dilakukan pembalikan untuk dibawa ke lokasi 4. Pada tempat ini kompos telah matang dengan warna pupuk coklat kehitaman bertekstur remah dan tidak berbau. Kemudian pupuk diayak/disaring untuk mendapatkan bentuk yang seragam serta memisahkan dari bahan yang tidak diharapkan (misalnya batu, potongan kayu, rafia, dll) sehingga kompos yang dihasilkan benar-benar berkualitas. Selanjutnya pupuk organik kompos siap diaplikasikan sebagai pupuk organik berkualitas pengganti pupuk kimia.
Manfaat
Manfaat dari penggunaan pupuk kompos pada lahan pertanian adalah mampu menggantikan atau mengefektifkan penggunaan pupuk kimia (non organik) sehingga biaya pembelian pupuk dapat ditekan. Selain itu manfaat yang lain adalah dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan olah tanaman, disamping itu juga dapat menghasilkan unsur hara mikro yang lain seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Sedangkan manfaat khusus bagi peternak, yaitu bahwa pola pemeliharaan ternak (usaha budidaya) menjadi lebih sehingga pengelolaan ternak untuk tujuan produksi dan reproduksi akan lebih optimal

4. TEKNOLOGI PEMBUATAN KOMPOS KOTORAN SAPI
Tahapan pembuatan dilakukan dengan cara berikut ini.Bahan-bahan yang dibutuhkan
• Kotoran sapi : 80-83%
• Kapur gamping : 2%
• Pemacu mikroorganisme (Stardec) : 0,25%
• Air secukupnya
• Serbuk gergaji : 5%
• Abu sekam : 10%
Alat-alat yang digunakan
• Sekop
• Cangkul
• Alat pengangkut dan mengumpulkan kotoran (grobak sorong)
• Tempat pembuatan dan penyimpanan (semacam gudang)
Bangunan tempat pembuatan
Sebaiknya dibuatkan tempat/bangunan khusus untuk membuat kompos, terutama bagi kandang kolektif. Lokasinya diusahakan agar tidak jauh dari kandang, untuk memudahkan pengumpulan kotorannya. Adapun contoh bangunan tersebut adalah sebagai berikut.
Bangunan ini merupakan tempat pembuatan kompos sekaligus sebagai Gudang untuk penyimpanan kompos yang sudah jadi. Tempat pembuatan kompos terbagi dalam empat kotak. Ukurannya dapat disesuaikan dengan jumlah ternak yang dipelihara dan ketersediaan lahan tempat untuk membangun. Atap terbuat dari bahan asbes atau lainnya diusahakan agar tidak bocor kalau hujan. Tiang dan rangka atap dari kayu. Setiap tahapan proses pembuatan dilakukan pada masing-masing kotak; pada kotak 1 (pertama) bisa menampung kotoran ternak + bahan organik lainnya seberat 15 – 20 ton tergantung kadar airnya.
Proses pembuatan
• Sebelum dilakukan pembuatan kompos tempatnya terlebih dahulu harus disiapkan.
• Diusahakan tempat pembuatan pupuk organik terlindung dari terik matahari langsung atau hujan ( tempat yang beratap). Saat pembuatan kompos diusahakan agar tidak tergenang air ataupun terkena air hujan karena akan menjadi busuk.
• Kotoran sapi (faeses dan urine) yang bercampur dengan sisa pakan, di kumpulkan pada satu tempat, ditiriskan atau dikering anginkan selama satu minggu agar tidak terlalu basah.
• Kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut kemudian dipindahkan ke lokasi pembuatan dan diberi kalsit/kapur dan dekomposer. Untuk membuat 1 ton bahan pembuatan kompos (kotoran ternak) membutuhkan 20 kg kapur, 50 kg ampas gergaji, 100 kg abu sekam dan 2,5 kg dekomposer (stardec)dan seluruh bahan dicampur lalu diaduk merata.
• Setelah satu minggu diperam, campuran tadi diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu bisa diukur dengan memasukkan telapak tangan ke dalam tumpukan bahan, bila terasa hangat berarti terjadi proses pemeraman.
• Minggu kedua dilakukan pembalikan lagi. Demikian seterusnya sampai pada minggu keempat. Pada saat ini pupuk telah matang dengan warna pupuk coklat kehitaman bertekstur remah dan tidak berbau.
• Pemeraman dilakukan selama 1 bulan. Kelembaban dan temperatur harus tetap dijaga agar sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk hidup dan berkembang.
• Kemudian pupuk diayak atau disaring untuk mendapatkan bentuk yang seragam serta memisahkan dari bahan yang tidak diharapkan (misalnya batu, potongan kayu, rafia) sehingga pupuk yang dihasilkan benar-benar berkualitas.
• Selanjutnya pupuk organik siap diaplikasikan ke lahan sebagai pupuk dasar atau dapat disimpan pada tempat yang terlindung dari terik matahari dan hujan.
Ancaman bagi Kawasan Wisata Alam
Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi nuansa alami. Selain itu kawasan wisata alam adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.
Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap kawasan wisata alam harus menjaga keunikan, kelestarian, dan keindahannya. Semakin banyak kunjungan wisatawan, maka aktivitas dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun ekonomi. Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi kawasan tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau sampah yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut dapat mengancam kawasan wisata alam.
Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam. Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai daerah di Indonesia, dan dapat juga mempengaruhi penerimaan devisa negara.
Pengertian Sampah
Sampah adalah semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan tempat perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang tidak berbahaya (non hazardous).
Soewedo (1983) menyatakan bahwa sampah adalah bagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan yang biologis.
Komposisi Sampah
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;
Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik, sebesar 60 – 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%.
Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kesehatan:
• Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong penularan infeksi;
• Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus;
b. Menurunnya kualitas lingkungan
c. Menurunnya estetika lingkungan
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak indah untuk dipandang mata;
d. Terhambatnya pembangunan negara
Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.
Pengelolaan Sampah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti filosofi pengelolaan sampah. Filosofi pengelolaan sampah adalah bahwa semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya akan menjadi lebih mudah dan baik, serta lingkungan yang terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:
a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya
Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik disetiap kawasan yang sering dikunjungi wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali
Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
1). Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan). Sampah yang mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata.
Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat direduksi hingga mencapai 25%.
Gb.1. Proses Pemilahan Sampah
Gb.2. Proses Pembuatan Kompos
2). Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.
c. Tempat Pembuangan Sampah Akhir
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan composting maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya mencapai ± 10%, harus dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di Indonesia, pengelolaan TPA menjadi tanggung jawab masing-masing Pemda.
Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan lagi hanya sebesar ± 10%. Kegiatan ini tentu saja akan menurunkan biaya pengangkutan sampah bagi pengelola kawasan wisata alam, mengurangi luasan kebutuhan tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh banyak pemerintah daerah.
Penutup
Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam, akan memberikan banyak manfaat, diantaranya adalah:
a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan kawasan sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung;
b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata dapat mengoptimalkan penggunaan pemanfaatan kawasan;
c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;
d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.
5.Pengaruh Imbangan Kotoran Sapi Perah Dan Serbuk Gergaji Kayu Albizia Terhadap Kandungan Nitrogen, Fosfor, Dan Kalium Serta Nilai C:N Ratio Kompos
JudulPengaruh Imbangan Kotoran Sapi Perah Dan Serbuk Gergaji Kayu Albizia Terhadap Kandungan Nitrogen, Fosfor, Dan Kalium Serta Nilai C:N Ratio Kompos
PenulisWillyan Djaja
PenerbitUnpad
BahasaIndonesia
Hak CiptaUnpad
Kata Kuncidan K, Kandungan N, kompos, Kotoran, Nilai C:N ratio, P, sapi perah, Serbuk gergaji
Kotoran sapi perah dari peternakan sering menimbulkan polusi. Di sisi lain limbah serbuk gergaji juga sering mencemari lingkungan dan perlu dicari solusinya. Penelitian bertujuan mencari informasi sampai berapa jauh kualitas kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan kotoran sapi perah dan serbuk gergaji pada berbagai imbangan. Masa pengambilan data berlangsung selama 2 bulan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Kualitas kompos diperlihatkan oleh kandungan N, P, K, dan nilai C:N ratio. Perlakuan dibagi tiga yakni campuran 1 satuan volume kotoran sapi perah dengan 1 satuan (T1), 2 satuan (T2), dan 3 satuan (T3) volume serbuk gergaji. Setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Kandungan N, P, dan K kompos dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap. Keadaan nilai C:N ratio kompos dibahas secara deskriptif. Penelitian memperlihatkan hasil kandungan N, P, K, dan C:N ratio dari perlakuan T1 masing-masing adalah 1,44±0,09 %; 1,16±0,33%; 2,43±1,40%; dan 31:1. Kandungan yang sama untuk T2 yaitu 1,29±0,41%; 0,87±0,01%; 0,87±0,25%; dan 36:1. Kandungan hasil serupa untuk T3 ialah 0,97±0,19%; 0,68±0,23%; 1,50±1,13%; dan 53:1. Kandungan N dan P perlakuan T1 dan T2 berbeda dari perlakuan T3 tetapi kandungan K ketiga perlakuan sama. Volume kotoran sapi perah dan serbuk gergaji sebanding menghasilkan C:N ratio terendah dengan nilai 31:1. Imbangan kotoran sapi perah dan serbuk gergaji berpengaruh terhadap kandungan N dan P kompos yang dihasilkan.
Download: pdf
6. MendaftarFacebook membantu Anda terhubung dan berbagi dengan orang-orang dalam kehidupan Anda.

Catatan Gapoktan Petani Karet Alam-Dente Teladas-Tulang Bawang
Ditandai

• Dapatkan Catatan melalui RSS
MEMBUAT PUPUK KOMPOS DARI KOTORAN SAPI
oleh Gapoktan Petani Karet Alam-Dente Teladas-Tulang Bawang pada 4 April 2012 pukul 21:32 •
MEMBUAT PUPUK KOMPOS DARI KOTORAN SAPI
Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan – bahan organik atau proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Bahan dasar pembuatan kompos ini adalah kotoran sapi dan bahan seperti serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dll, yang didekomposisi dengan bahan pemacu mikroorganisme dalam tanah (misalnya stardec atau bahan sejenis) ditambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos, selain ditambah serbuk gergaji, atau sekam, jerami padi dapat juga ditambahkan abu dan kalsit/kapur. Kotoran sapi dipilih karena selain tersedia banyak di petani/peternak juga memiliki kandungan nitrogen dan potassium, di samping itu kotoran sapi merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos.
Proses
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Bahan yang diperlukan adalah kotoran sapi : 80 – 83%, serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi dll) : 5%, bahan pemacu mikroorganisame : 0.25%, abu sekam : 10% dan kalsit/kapur : 2%, dan juga boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, serta kotoran ayam 25 %
Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Prosesing pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ¬+ 60%, kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis, selanjutnya seluruh bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu di lokasi 1, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.(Untuk informasi lebih lengkapnya silahkan berlangganan Tabloid SINAR TANI. SMS ke : 0815 8441 4991)
Membuat Pupuk Cair Organik
Bahan dan Alat:
1 liter bakteri
5 kg hijau-hijauan/daun-daun segar (bukan sisa dan jangan menggunakan daun dari pohon yang bergetah berbahaya seperti karet, pinus, damar, nimba, dan yang sulit lapuk seperti jato, bambu, dan lain-lainnya)
0,5 kg terasi dicairkan dengan air secukupnya
1 kg gula pasir/merah/tetes tebu (pilih salah satu) dan dicairkan dengan air
30 kg kotoran hewan
Air secukupnya
Ember/gentong/drum yang dapat ditutup rapat
Cara Pembuatan:
Kotoran hewan dan daun-daun hijau dimasukkan ke dalam ember.
Cairan gula dan terasi dimasukkan ke dalam ember.
Larutkan bakteri ke dalam air dan dimasukkan ke dalam drum, kemudian ditutup rapat.
Setelah 8-10 hari, pembiakan bakteri sudah selesai dan drum sudah dapat dibuka.
Saring dan masukkan ke dalam wadah yang bersih (botol) untuk disimpan/digunakan.
Ampas sisa saringan masih mengandung bakteri, sisakan sekitar 1 sampai 2 liter, tambahkan air, terasi, dan gula dengan perbandingan yang sama. Setelah 8-10 hari kemudian bakteri sudah berkembang biak lagi dan siap digunakan. Demikian seterusnya.
Kegunaan:
Standarisasi Pembuatan Kompos
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku, maka untuk menentukan standarisasi kompos adalah dengan membuat standarisasi proses pembuatan kompos serta standarisasi bahan baku kompos, sehingga diperoleh kompos yang memiliki standar tertentu.
Setelah standar campuran bahan baku kompos dapat dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50 – 60 persen dan mempunyai perbandingan C / N bahan baku 30 : 1, masih terdapat hal lain yang harus sangat diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus dilakukan pengawasan terhadap:
1. Temperatur
2. Kelembaban
3. Odor atau Aroma, dan
4. pH
Pengamatan Temperatur
Temperatur adalah salah satu indikator kunci di dalam pembuatan kompos. Apakah panasnya naik ? Sampai temperatur berapa panas yang dapat dicapai ? Dalam berapa lama panas tersebut dapat dicapai ? Berapa lama panas tersebut dapat berlangsung ? Apa arti dari keadaan-keadaan tersebut ? Campuran bahan-bahan seperti apa yang dapat mempengaruhi profil temperatur ?
PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MORETAN
o BAHAN: Sekam 100kg/4 karung (potongan jerami/dedaunan) + kotoran kambing/sapi 100kg + dedak halus 10 kg + Moretan sekitar 5 liter + air bersih sekitar 100 liter
o CARA:
1. Campur dan aduk merata sekam dan kotoran kambing
2. Tambahkan dedak dan aduk hingga merata
3. Larutkan Moretan dalam air, dengan ukuran 1 gelas Moretan per 5 liter air
4. Siramkan larutan Moretan pada campuran sekam-kotoran-dedak, aduk merata, sampai kondisi cukup lembab (tidak mengeluarkan air ketika dikepal & tidak buyar/kepyar ketika kepalan dilepas)
5. Tumpuk campuran setinggi 0,5 – 1 meter, tutup dengan terpal/plastik, aduk/balik tiga hari sekali
6. Kompos siap digunakan ketika berbau masam spt tape, kecoklatan & dingin, biasanya jadi dalam 14 hari
PENGGUNAAN MORETAN YANG LAIN
Membuat Pupuk KCL
Sabut kelapa selama ini biasanya dipergunakan sebagai bahan bakar/ untuk memasak kebutuhan dapur. Tetapi dibalik itu sabut kelapa mengandung bahan-bahan yang bisa dimanfaatkan tumbuhan untuk memperkuat sistem perakaran.
Berikut cara pembuatan pupuk KCl dari sabut kelapa
Bahan dan alat
-Sabut kelapa sebanyak 25 kg
-Satu drum bekas atau bisa juga wadah serupa lainnya
-Air sebanyak 40 liter
Membuat Pupuk Cair Organik


Bahan dan Alat:
1 liter bakteri
5 kg hijau-hijauan/daun-daun segar (bukan sisa dan jangan menggunakan daun dari pohon yang bergetah berbahaya seperti karet, pinus, damar, nimba, dan yang sulit lapuk seperti jato, bambu, dan lain-lainnya)
0,5 kg terasi dicairkan dengan air secukupnya
1 kg gula pasir/merah/tetes tebu (pilih salah satu) dan dicairkan dengan air
30 kg kotoran hewan
Air secukupnya
Ember/gentong/drum yang dapat ditutup rapat
Cara Pembuatan:
Kotoran hewan dan daun-daun hijau dimasukkan ke dalam ember.
Cairan gula dan terasi dimasukkan ke dalam ember.
Larutkan bakteri ke dalam air dan dimasukkan ke dalam drum, kemudian ditutup rapat.
Setelah 8-10 hari, pembiakan bakteri sudah selesai dan drum sudah dapat dibuka.
Saring dan masukkan ke dalam wadah yang bersih (botol) untuk disimpan/digunakan.
Ampas sisa saringan masih mengandung bakteri, sisakan sekitar 1 sampai 2 liter, tambahkan air, terasi, dan gula dengan perbandingan yang sama. Setelah 8-10 hari kemudian bakteri sudah berkembang biak lagi dan siap digunakan. Demikian seterusnya.
Kegunaan:
Mempercepat pengomposan dari 3-4 bulan menjadi 30-40 hari.
Dapat digunakan langsung sebagai pupuk semprot, apabila tanah sudah diberi kompos (subur), tetapi apabila tanah kurang subur/tandus, penggunaan langsung sebagai pupuk tidak dianjurkan.
Pupuk cair (larutan bakteri) ini tidak diperbolehkan untuk dicampur dengan bakteri lain, terutama bahan kimia atau bahan untuk pestisida lainnya seperti tembakau.
Standarisasi Pembuatan Kompos
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku, maka untuk menentukan standarisasi kompos adalah dengan membuat standarisasi proses pembuatan kompos serta standarisasi bahan baku kompos, sehingga diperoleh kompos yang memiliki standar tertentu.
Setelah standar campuran bahan baku kompos dapat dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50 – 60 persen dan mempunyai perbandingan C / N bahan baku 30 : 1, masih terdapat hal lain yang harus sangat diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus dilakukan pengawasan terhadap:
1. Temperatur
2. Kelembaban
3. Odor atau Aroma, dan
4. pH
Pengamatan Temperatur
Temperatur adalah salah satu indikator kunci di dalam pembuatan kompos. Apakah panasnya naik ? Sampai temperatur berapa panas yang dapat dicapai ? Dalam berapa lama panas tersebut dapat dicapai ? Berapa lama panas tersebut dapat berlangsung ? Apa arti dari keadaan-keadaan tersebut ? Campuran bahan-bahan seperti apa yang dapat mempengaruhi profil temperatur ?
Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja, disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi, jika kompos naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan Carbon dan cukup mengandung air (kelembabannya cukup) untuk menunjang pertumbuhan microorganisme. Pengamatan temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji temperatur yang dapat mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos. Tunggu sampai beberapa saat sampai temperatur stabil. Kemudian lakukan lagi di tempat yang berbeda. Lakukanlah pengamatan tersebut di beberapa lokasi, termasuk pada berbagai kedalaman dari tumpukkan kompos. Kompos dapat memiliki kantong-kantong yang lebih panas dan ada kantong-kantong yang dingin. Semuanya sangat bergantung kepada kandungan uap air (kelembaban) dan komposisi kimia bahan baku kompos. Maka akan diperoleh peta gradient temperatur. Dengan menggambarkan grafik temperatur dan lokasi-lokasinya sejalan dengan bertambahnya waktu, maka dapat dijelaskan:
1. Sudah berapa jauh proses dekomposisi berjalan
2. Seberapa baik komposisi campuran bahan baku tersebut
3. Seberapa rata campuran tersebut dan dibagian mana campuran tidak rata
4. Dibagian mana sirkulasi udara berjalan normal dan dibagian mana kurang normal.
Dari informasi diatas, maka dapat diambil keputusan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil akhir dan memperoleh kompos dengan kualitas yang diinginkan.
Pada proses komposting yang baik, maka temperatur 40°C – 50 0C dapat dicapai dalam 2 – 3 hari. Kemudian dalam beberapa hari berikutnya temperatur akan meningkat sampai bahan baku yang didekomposisi oleh mikroorganisme habis. Dari situ barulah temperatur akan turun.
Dari beberapa kali proses pembuatan kompos dengan sistim Windrow, dengan memakai campuran bahan baku kompos terdiri dari kotoran sapi, kotoran ayam, kotoran kambing, dedak dan jerami, perubahan temperatur mencapai 40°C – 50 °C dapat dicapai dalam waktu 3 (tiga) hari. Oleh karena itu pembalikan kompos dilakukan pada hari ke 4 (empat).
Setelah pembalikan pertama temperatur akan turun, lalu naik lagi sampai mencapai 55°C – 60°C pada hari ke 6. Oleh karena itu dilakukan lagi pembalikan ke dua pada hari ke 6 (enam) atau 3 hari setelah pembalikan pertama, setelah pembalikkan temperatur akan turun dan naik lagi sampai 55°C – 60°C pada hari ke 9 (sembilan). Pada hari ke 9 (sembilan) ini atau 3 hari setalah pembalikkan ke dua dilakukan lagi pembalikan ke 3 (tiga).
Apabila komposisi campuran bahan baku tepat, temperatur akan stabil sampai hari ke 12 (dua belas) dan seterusnya, untuk kemudian turun dan stabil pada temperatur tertentu.
Pada hari ke 14 tumpukan kompos dapat mulai dibuka untuk didinginkan dan kemudian selanjutnya dilakukan penyaringan dan pengepakan.
Pengamatan Kelembaban
Pembuatan kompos akan berlangsung dengan baik pada satu keadaan campuran bahan baku kompos yang memiliki kadar uap air antara 40 – 60 persen dari beratnya. Pada keadaan level uap air yang lebih rendah, aktivitas mikroorganisme akan terhambat atau berhenti sama sekali. Pada keadaan level kelembaban yang lebih tinggi, maka prosesnya kemungkinan akan anerobik, yang akan menyebabkan timbulnya bau busuk.
Ketika bahan baku kompos dipilih untuk kemudian dicampur, kadar uap air dapat diukur atau diperkirakan. Setelah proses pembuatan kompos berlangsung, pengukuran kelembaban tidak perlu diulangi, tetapi dapat langsung diamati tingkat kecukupan kandungan uap air tersebut.
Apabila proses pembuatan kompos sedang berjalan, lalu kemudian muncul bau busuk, sudah dapat dipastikan kompos mengandung kadar air berlebihan. Kelebihan uap air ini telah mengisi ruang pori, sehingga menghalangi diffusi oksigen melalui bahan-bahan kompos tersebut. Inilah yang membuat keadaan menjadi anaerobik. Pencampuran bahan baku dengan potongan 4 – 10 cm, seperti bahan jerami, potongan kayu, kertas karton, serbuk gergaji dll dapat mengurangi permasalahan ini.
Apabila melakukan pembuatan kompos dengan memakai sistim aerated static pile ataupun sistim in Vessel, berhati-hatilah dalam menambahkan udara (oksigen), jangan sampai menyebabkan kompos menjadi kering . Indikasinya adalah perhatikan temperatur, jika temperatur menurun lebih cepat dari biasanya, maka ada kemungkinan kompos terlalu kering.
Pengamatan Odor / Aroma
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Dengan memanfaatkan indra penciuman, dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos.
Sebagai gambaran, jika tercium bau amonia, patut diduga campuran bahan kompos kelebihan bahan yang mengandung unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu rendah). Untuk mengatasinya tambahkanlah bahan-bahan yang mengandung C/N tinggi, misalnya berupa:
• Potongan jerami, atau
• Potongan kayu, atau
• Serbuk gergaji, atau
• Potongan kertas koran dan atau karton dll
Jika tercium bau busuk, mungkin campuran kompos terlalu banyak mengandung air. Apabila ini terjadi, lakukanlah pembalikan (pada sistim windrow), tambahkan oksigen pada sistim Aerated Static Pile atau In Vessel.
Pengamatan pH
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8.
Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 – 8.
Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos, asam-asam organik akan menumpuk. Pemberian udara atau pembalikan kompos akan mengurangi kemasaman ini. Penambahan kapur dalam proses pembuatan kompos tidak dianjurkan. Pemberian kapur (Kalsium Karbonat, CaCo3) akan menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen yang berubah menjadi gas Amoniak. Kehilangan ini tidak saja menyebabkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan kerugian karena menyebabkan terjadinya kehilangan unsur hara yang penting, yaitu nitrogen. Nitrogen sudah barang tentu lebih baik disimpan dalam kompos untuk kemudian nanti digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MORETAN
o BAHAN: Sekam 100kg/4 karung (potongan jerami/dedaunan) + kotoran kambing/sapi 100kg + dedak halus 10 kg + Moretan sekitar 5 liter + air bersih sekitar 100 liter
o CARA:
1. Campur dan aduk merata sekam dan kotoran kambing
2. Tambahkan dedak dan aduk hingga merata
3. Larutkan Moretan dalam air, dengan ukuran 1 gelas Moretan per 5 liter air
4. Siramkan larutan Moretan pada campuran sekam-kotoran-dedak, aduk merata, sampai kondisi cukup lembab (tidak mengeluarkan air ketika dikepal & tidak buyar/kepyar ketika kepalan dilepas)
5. Tumpuk campuran setinggi 0,5 – 1 meter, tutup dengan terpal/plastik, aduk/balik tiga hari sekali
6. Kompos siap digunakan ketika berbau masam spt tape, kecoklatan & dingin, biasanya jadi dalam 14 hari
PENGGUNAAN MORETAN YANG LAIN
o Sebagai PPC untuk padi
1. Konsentrasi 0,5 – 1 liter per tangki
2. Disemprotkan 3, 10, 20, 30, 40 & 50
o Mempercepat pelapukan jerami
1. Konsentrasi 0,5 – 1 liter per tangki
2. Disemprotkan pada jerami yang disebar di lahan/dikeringkan
3. Dalam 1 minggu siap dibajak
PUPUK ORGANIK SEBAGAI INOVASI TEKNOLOGI PETANI
Saat ini bukan jamannya petani sebagai agen pabrikan berbagai jenis saprodi pertanian, melainkan harus bisa menjadi pusat perubahan teknologi yang tepat guna bagi perubahan kehidupannya .
Berbagai sarana produksi sudah mampu dipenuhi sendiri ,hal tersebut mengingat saat ini penghematan pengeluaran biaya produksi pertanian harus diperhitungkan,sebagai imbal balik dari produksi yang dihasilkan.
Pupuk Alami adalah pupuk atau sumber hara yang diberikan kepada tanah untuk tujuan menyuburkan tanah, dengan menggunakan bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh alam yaitu dari kotoran ternak dan limbah tanaman,proses pembuatannya tanpa menggunakan bahan kimia apapun melainkan diproses secara alami. Proses pembuatan pupuk alami bisa melalui proses basah (menggunakan Inokulan) dan bisa secara proses kering yaitu tanpa inokulan.
I. Proses Pembuatan pupuk alami secara Basah dengan Inokulan
Bahan :
• Kotoran ternak sapi/kambing/ayam/itik
• Abu dapur
• Kapur mati
• Daun-daunan (daun lamtoro,sengon,gamal,cleresede atau daun2an lunak)
• Jerami (dipotong-potong)
Bakteri starter ( F1 - F3)
Cara Pembuatan :
Timbun bahan-bahan tersebut secara berlapis-lapis ( kecuali untuk bakteri staternya)
a. Lapisan pertama adalah jerami 15 cm
b. Lapisan kedua pupuk kandang 5 cm
c. Lapisan ketiga bahan organik ( daun-daunan)
d. Lapisan keempat abu dapur / kapur setinggi 2 cm
e. Lapisan kelima pupuk kandang setinggi 5 cm
Setiap menumpuk satu lapisan kemudian disiram dengan larutan Bakteri yang sudah diencerkan. Setiap 1 gelas bakteri dicampur dengan satu ember air dan kemudian disiram-siramkan pada setiap lapisan. Penyiraman hendaknya hati – hati agar tidak terlalu basah.
Penimbunan tersebut bisa berulang-ulang sampai setinggi 0,5 - 1 meter. Hal ini untuk menjaga agar proses pengadukan bisa mudah.
Lapisan paling akhir adalah lapisan tanah yang subur. Setelah itu tutuplah dengan bahan bukan plastik. Bila kompos terasa panas aduklah agar terjadi proses pengaliran udara dan pencampuran bahan. Perkirakan setelah 15 hari atau 2 minggu kompos sudah dapat digunakan.
Untuk mengefektifkan dan efisien bisa juga pengomposan semua bahan organik dengan inokulan bakteri , cara bisa berinovasi sendiri yang terpenting pengomposan sempurna.
PRINSIP Pembuatan kompos
Menjaga kelembaban
Kelembaban berperanan penting dalam proses pembuatan kompos dan mutu kompos.Kelembaban optimum adalah 50 – 60 %.Rendahnya kelembaban udara menurunkan proses penguraian , bila terlalu tinggi menghambat aliran udara
Pembalikan
Pembalikan diperlukan agar kompos tidak kekurangan udara dan mempercepat proses penguraian.Proses penguraian akan berjalan lambat jika kompos kekurangan udara
Peneduh
Agar proses penguraian bahan organik berlangsung sempurna usahakan tempat pembuatan kompos terlindung dari hujan dan sinar matahari secara langsung.Karenanya tempat kompos perlu dibuatkan pelindung.
Cara Penggunaan Kompos (pupuk alami)
Penggunaan pupuk organik : pupuk kandang , kompos atau pupuk hijau diberikan pada saat sebelum tanam atau saat tanaman sudah tumbuh.Pupuk dimasukan ke dalam tanah atau dicampur dengan tanah sedalam 20 cm.Bisa juga dengan membuat laur-alur pada tanah dan ini dilakukan 1 minggu sebelum tanam.Pada waktu tanaman hendak ditanam pupuk diaduk dengan tanah.Jumlah pupuk yang diberikan tergantung jenis tanaman
II. Proses Pembuatan Pupuk Alami secara kering , yaitu pemrosesan kompos tanpa menggunakan inokulan bakteri. Seperti pembuatan pupuk PRK. Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan peragian :
Bahan :
1. Ragi Tape
2. Bahan Pupuk (pupuk kandang, daunan, jerami, d;;)
3. Bekatul
4. Gamping yang sudah mati
5. Air secukupnya
6. Plastik Penutup
Proses Pembuatan :
1. Ragi Tape ditumbuk sampai halus dan dicampurkan dengan bekatul.
2. pupuk kandang, daun-daunan, jerami diaduk dengan campuran ragi dan bekatull tadi sampai merata sambil disiram dengan air ( peggunaan air secukupnya)
3. setelaqh selesai dibuat seperti bedengan dan ditutup dengan palstik
4. tunggu sampai 1 -2 minggu
5. Pupuk PRK siap dipergunakan setelah diangin-anginkan beberapa saat.
Tips agar pupuk kandang kering
Pupuk kandang dicampur dengan debu / abu bakaran dapur atau abu bakaran . Setelah tercampur kemudian diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung dan ditutup sampai pupuk tersebut digunakan.Komposisi campuran 40 % pupuk kandang , 30 % debu dan 30 % abu bakaran
II. Pupuk Alami Cair
1 lt bakteri/inokulan
40 kg hijau-hijauan
½ kg terasi
1 kg gula pasir / gula merah
25 kg kotoran kambing
4 kg bekatul
200 lt air
Gentong/drum/ember
(Komposisi pembuatan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampua
petani)
Cara Pembuatan
Kotoran hewan , hijau daun yang sudah dicacah , gula,terasi dimasukan ke dalam wadah dan tuang air hingga menutup permukaan bahan
Bakteri dimasukan , aduk hingga rata kemudian tutup rapat-rapat agar udara tidak masuk
Setelah 6 hari tutup dibuka ,aduk hingga rata dan tutup rapat kembali.Setelah 10 hari tutup dapat dibuka , aduk sampai rata dan pupuk dapat digunakan dengan cara dicor ke tanah dekat tanaman
Dosis penggunaan perbandingan 1 : 1 , 1 lt pupuk cair diencerkan dengan 10 liter air
Memanfaatkan Kulit Pisang
Kulit Pisang Sebagi Pupuk Organik
Kulit Pisang yang selama ini kita biarkan terbuang begitu saja ternyata mengandung unsur kimia yang baik untuk pupuk yaitu Fosfor, Magnesium, Sulfur, dan Sodium.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar