BAB KURBAN
Penulis : Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin
Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً
إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah kalian menyembelih (hewan qurban) kecuali
musinnah. Kecuali bila kalian sulit mendapatkannya, maka silakan kalian
menyembelih jadza’ah dari kambing domba.” (HR. Muslim no. 1963)
Dalam hadits ini, Rasulullan Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan ketentuan tentang umur hewan qurban yaitu musinnah.
Musinnah pada unta adalah yang genap berumur 5 tahun dan
masuk pada tahun ke-6. Demikian yang dijelaskan oleh Al-Ashmu’i, Abu Ziyad
Al-Kilabi, dan Abu Zaid Al-Anshari.
Musinnah pada sapi adalah yang genap berumur 2 tahun dan
masuk pada tahun ke-3. Inilah pendapat yang masyhur sebagaimana penegasan Ibnu
Abi Musa. Ada juga yang berpendapat genap berumur 3 tahun masuk pada tahun
ke-4.
Musinnah pada ma’iz (kambing jawa) adalah yang genap berumur
setahun. Begitu pula musinnah pada dha`n (kambing domba). Demikian penjelasan Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh
Bulughil Maram (6/84). Lihat pula Syarhul Kabir (5/167-168) karya Ibnu Qudamah
rahimahullahu.
Apakah disyaratkan harus musinnah?
a. Unta, sapi, dan kambing jawa (ma’iz)
Mayoritas besar ulama mensyaratkan umur musinnah pada unta,
sapi, dan ma’iz, dan tidak sah bila kurang daripada itu. Dasarnya adalah hadits
Jabir di atas.
Adapun hadits Mujasyi’ radhiyallahu ‘anhu:
إِنَّ الْجَذَعَ يُوْفِي مِمَّا
يُوْفِي مِنْهُ الثَّنِيَّةُ
“Sesungguhnya jadza’ (hewan yang belum genap umur musinnah,
pen) mencukupi dari apa yang dicukupi oleh tsaniyah (hewan yang genap umur
musinnah, pen.).” (HR. Abu Dawud no. 2799, Ibnu Majah no. 3140, dishahihkan
Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud. Saya katakan: Sanadnya hasan, karena dalam
sanadnya ada ‘Ashim bin Kulaib dan ayahnya. Keduanya shaduq (jujur).)
khusus berlaku untuk jadza’ah dari kambing domba saja
(kambing domba yang berumur 6 bulan). Demikian dijelaskan oleh Ibnu Qudamah
rahimahullahu dengan dasar hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu di atas. Wallahu
a’lam.
b. Kambing domba (dha`n)
Yang afdhal pada dha`n adalah umur musinnah (1 tahun) dengan
dasar hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu di atas. Tetapi apakah hal itu termasuk syarat3? Ataukah
diperbolehkan menyembelih jadza’ah (umur 6 bulan) secara mutlak?
Pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur –bahkan Al-Qadhi
‘Iyadh rahimahullahu menukilkan kesepakatan4– bahwa jadza’ah dari dha`n tidak
sah kecuali bila kesulitan mendapatkan musinnah, dengan dasar hadits Jabir
radhiyallahu ‘anhu di atas.
Adapun hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
نِعْمَ اْلأُضْحِيَّةُ الْجَذَعُ مِنَ
الضَّأْنِ
“Sebaik-baik hewan qurban adalah jadza’ah dari dha`n.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu
(2/445) dan At-Tirmidzi rahimahullahu. Sanadnya dhaif, karena di dalamnya ada
Kidam bin Abdurrahman As-Sulami dan Abu Kibasy, keduanya majhul. (Lihat
Adh-Dha’ifah no. 64)
Juga hadits Ummu Bilal bintu Hilal (dalam sebagian riwayat:
dari ayahnya; pada riwayat lain langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam):
يَجُوْزُ الْجَذَعُ مِنَ الضَّأْنِ
أُضْحِيَّةً
“Jadza’ah dari dha`n diperbolehkan sebagai hewan qurban.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullahu
(3/39), Al-Baihaqi rahimahullahu dalam Al-Ma’rifah (5650-5651), dan yang
lainnya. Sanadnya dhaif, padanya ada Ummu Muhammad Al-Aslamiyyah, dia majhulah.
(Lihat Adh-Dha’ifah no. 65)
Adapun hadits Mujasyi’ yang telah dipaparkan sebelumnya
(pada hal. 18), maka dijawab dengan ucapan Ash-Shan’ani rahimahullahu dalam
Subulus Salam (4/174): “Kemungkinan hal itu semua ketika kesulitan mendapatkan
musinnah.”
Saya katakan: Hal ini dikuatkan oleh sebab wurud hadits
Mujasyi’ ini. Kulaib bin Syihab mengisahkan: Kami dahulu pernah bersama salah
seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Mujasyi’ dari
Bani Sulaim. Waktu itu, kambing sangat sulit dicari. Maka dia memerintahkan
seseorang untuk berseru: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda: “Sesungguhnya jadza’ah itu mencukupi dari apa yang dicukupi oleh
musinnah.” (Lihat Abu Dawud no. 2799, Ibnu Majah no. 3140)
Adapun hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu
mengisahkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagikan hewan qurban
kepada para sahabatnya. ‘Uqbah mendapatkan jatah bagian jadza’ah. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:
ضَحِّ بِهَا
“Hendaklah engkau berqurban dengannya.” (HR. Al-Bukhari no.
5547 dan Muslim no. 1965)
maka jawabannya adalah sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan jadza’ah di sini bukanlah jadza’ah
dari dha`n, tetapi jadza’ah dari ma’iz (kambing jawa). Sebagaimana hal ini
disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari (no. 5555) dengan lafadz: عَتُودٌ. Dalam Fathul
Bari (11/126) disebutkan: “’Atud adalah anak kambing ma’iz yang telah kuat dan
berusia satu tahun.” Ibnu Baththal menegaskan: “’Atud adalah jadza’ah dari
ma’iz.” Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar setelah itu: “Lafadz ini menjelaskan maksud
kata ‘jadza’ah’ yang terdapat dalam riwayat lain hadits ‘Uqbah, bahwasanya
‘jadza’ah’ di sini adalah dari ma’iz.”
2. Adapun jawaban hadits ini yang membolehkan jadza’ah dari
ma’iz adalah sebagai berikut:
a. Kebolehan tersebut khusus sebagai rukhshah untuk ‘Uqbah
bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu. Sebab, dalam riwayat Al-Baihaqi ada
tambahan lafadz:
وَلاَ رُخْصَةَ فِيْهَا لِأَحَدٍ
بَعْدَكَ
“Dan tidak ada rukhshah (keringanan) untuk siapapun setelah
itu.”
Sebagaimana pula rukhshah ini juga diberikan kepada Abu
Burdah radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat Al-Bukhari rahimahullahu (no. 5556,
5557) dan yang lainnya. (Lihat Fathul Bari, 11/129)
b. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari
(11/130) menegaskan: “Kemungkinan hal tersebut terjadi pada awal Islam,
kemudian syariat menetapkan bahwa jadza’ah dari ma’iz tidak cukup. Dan Abu
Burdah dan Uqbah khusus mendapatkan rukhshah itu.”
Wallahul muwaffiq
MAKNA MUSINNAH
Musinnah dalam tinjauan bahasa
Musinnah adalah shighah Isim Faa’il untuk muannats
dari kata asanna – yusinnu – isnaanan, kalimat tersebut apabila
diterapkan kepada manusia maka maknanya adalah dewasa (al-kibar)
dan jika diterapkan kepada binatang (ad-dawab) maka maknanya
adalah tumbuh gigi serinya (thala’a tsaniyatuha).
(Az-Zahir fi gharib alfadzi as-Syafi’I I : 140, Al-Mishbah
Al-Munir fi Gharib As-Syarh Al-Kabir I : 292, Taaj al-Arusy min Jawahir
Al-Qamus XX : 376, XXV : 234, Tahdzib Al-Lughah IV : 243, Lisan Al-‘Arab XII :
220)
Penjelasan Musinnah dalam kitab-kitab Syarah
ü Musinnah dinamakan juga Tsaniyah yaitu
yang berumur 2 tahun dinamakan demikian karena sempurna gigi-giginya.
(at-Taisir bi syarhi al-Jami’ As-Shaghir II : 344, Faidul
Qadir IV : 598)
ü Musinnah adalah Tsaniyah dan lebih
besar satu tahun dari Jadz’ah
(Ad-Diebaj ‘Ala Muslim V:30, Syarah as-suyuthi ‘ala Muslim V
: 50, Syarah An-Nawawi XIII : 114)
ü Musinnah adalah yang tanggal gigi-giginya, hal
tersebut bagi binatang yang berkuku.
Binatang Hafir (yang memiliki kuku sejenis kuda dan sapi)
pada tahun kedua dan yang memiliki khuf (sejenis unta) pada tahun ke enam.
(Al-Fajru As-Shathi’ ‘ala as-shahih al-jami’ VIII : 5)
ü Yang sempurna dua tahun dan tumbuh giginya dan masuk
pada tahun ke-tiga
(tuhfah Al-Ahwadzi III : 206)
ü Musinnah (dari sapi) adalah yang masuk pada tahun
ketiga
(Hasyiyah as-Sindi ‘ala sunan Ibnu Majah IV : 63, Syarah
sunan Ibnu Majah I : 129)
ü Musinnah adalah isim fa’il dari asannat,
apabila muncul giginya dan hal itu terjadi setelah dua tahun, (maknanya) tidak
sama dengan asanna ar-rajul
(hasyiyah as-sindi ‘ala an-nasai VII : 218, hasyiyah
as-suyuthi ‘ala sunan an-nasai VI : 93)
ü Musinnah adalah tsaniyah (yang
memiliki dua gigi seri) atau lebih dari semua binatang baik unta, sapi dan
domba.
(Subulu As-Salam IV : 94, Umdatul Qari syarh shahih bukhori
X: 292)
ü Musinnah adalah yang berumur dua tahun dan tumbuh
giginya
(Aunul Ma’bud IV : 311)
ü Musinnah adalah yang usianya dewasa dari unta yang
sempurna 5 tahun masuk tahun keenam, dari sapi sempurna 2 tahun masuk tahun
ketiga, dari kambing dan domba yang sempurna satu tahun
(Aunul Ma’bud VII : 353, Muroqotu al-Mafatih syarah misykatu
al-mashobih V : 164)
ü Musinnah adalah yang berumur dua tahun (Gharib Ibnu
Al-Jauza I : 505)
Dari beberapa syarah diatas dapat disimpulkan bahwa musinnah
adalah :
1. Binatang yang tumbuh
gigi serinya
2. Dari segi umur
tergantung jenis binatangnya;
a. Sejenis domba dan
kambing berumur 1 tahun (masuk tahun kedua)
b. Sejenis sapi berumur 2
tahun (masuk tahun ketiga)
c. Sejenis unta berumur
5 tahun (masuk tahun keenam)
Musinnah adalah syarat dalam ibadah qurban
Ibadah qurban merupakan taklif dari Allah swt yang hukumnya
sunnah muakkad. Sebagai ‘alamah atau tanda dilaksanakannya hukum taklif secara
benar (shahih) maka ditetapkanlah hukum-hukum wadh’I sebagai tolak ukur
pelaksanaan hokum taklif tersebut, ada yang merupakan sabab, syarat
dan mani’.
Sabab
adalah yang menetapkan dengan keberadaannya adanya hukum dan dengan
ketiadaannya tidak ada hukum
Syarat
adalah yang menetapkan dengan ketiadaannya tidak ada hukum tetapi tidak
menetapkan dengan keberadaannya adanya hukum
Mani’ adalah
yang menetapkan dengan keberadaannya tidak ada hukum.
Musinnah merupakan syarat dalam ibadah kurban sebagaimana
sabda Rasulullah saw.
وعن جابر رضي الله عنه قال قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: ” لا تذبحوا إلا مسنة إلا أن يعسر
عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن” رواه مسلم
Dari Jabir ra ia berkata Rasulullah saw bersabda, “Janganlah
kalian menyembelih (binatang qurban) kecuali musinnah kecuali jika menyulitkan
kalian maka silahkan sembelih jadz’ah dari kambing” (HR Muslim)
Oleh karena itu apabila qurban tidak dengan hewan yang
musinnah, maka bukanlah qurban (tidak sah qurbannya).
Perlu dipahami bahwa
berqurban tidaklah sah kecuali dengan hewan ternak yaitu unta, sapi, atau
kambing. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي
أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang telah Allah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (Al-Hajj: 28)
Juga firman-Nya:
Juga firman-Nya:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا
مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ
الْأَنْعَامِ
“Dan bagi tiap-tiap
umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama
Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka.”
(Al-Hajj: 34)
Dan yang paling afdhal menurut jumhur ulama adalah unta (untuk satu orang), kemudian sapi (untuk satu orang), lalu kambing (domba lebih utama daripada kambing jawa), lalu berserikat pada seekor unta, lalu berserikat pada seekor sapi. Alasan mereka adalah:
1. Unta lebih besar daripada sapi, dan sapi lebih besar daripada kambing. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
Dan yang paling afdhal menurut jumhur ulama adalah unta (untuk satu orang), kemudian sapi (untuk satu orang), lalu kambing (domba lebih utama daripada kambing jawa), lalu berserikat pada seekor unta, lalu berserikat pada seekor sapi. Alasan mereka adalah:
1. Unta lebih besar daripada sapi, dan sapi lebih besar daripada kambing. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ
شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah
(perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)
2. Unta dan sapi menyamai 7 ekor kambing.
3. Hadits Abu Hurairah :
2. Unta dan sapi menyamai 7 ekor kambing.
3. Hadits Abu Hurairah :
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بُدْنَةً،
وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ
رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمضنْ
رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَّاجَةً، وَمَنْ رَاحَ
فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً
“Barangsiapa yang
mandi Jum’at seperti mandi janabat kemudian berangkat, maka seolah dia
mempersembahkan unta. Barangsiapa yang berangkat pada waktu kedua, seolah
mempersembahkan sapi, yang berangkat pada waktu ketiga seakan mempersembahkan
kambing bertanduk, yang berangkat pada waktu keempat seakan mempersembahkan
ayam, dan yang berangkat pada waktu kelima seakan mempersembahkan sebutir
telur.” (HR. Al-Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)
Adapun hadits yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan kambing kibasy, yang berarti dinilai lebih afdhal karena merupakan pilihan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dijawab:
a. Hal tersebut menunjukkan kebolehan berqurban dengan kambing.
berbuat demikian agar tidak memberatkan umatnya.nb. Beliau
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 11/398-399, no. fatwa 1149, Adhwa`ul Bayan, 3/382-384, cet. Darul Ihya`it Turats Al-‘Arabi)
Adapun hadits yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan kambing kibasy, yang berarti dinilai lebih afdhal karena merupakan pilihan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dijawab:
a. Hal tersebut menunjukkan kebolehan berqurban dengan kambing.
berbuat demikian agar tidak memberatkan umatnya.nb. Beliau
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 11/398-399, no. fatwa 1149, Adhwa`ul Bayan, 3/382-384, cet. Darul Ihya`it Turats Al-‘Arabi)
Faedah
Al-Imam Muhammad Amin Asy-Syinqithi dalam tafsirnya, Adhwa`ul Bayan (3/485), menukil kesepakatan ulama tentang bolehnya menyembelih hewan qurban secara umum, baik yang jantan maupun betina. Dalilnya adalah keumuman ayat yang menjelaskan masalah hewan qurban, tidak ada perincian harus jantan atau betina, seperti ayat 28, 34, dan 36 dari surat Al-Hajj.
Para ulama hanya berbeda pendapat tentang mana yang lebih afdhal. Yang rajih adalah bahwa kambing domba jantan lebih utama daripada yang betina. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih kambing kibasy (jantan) bukan na’jah (betina). Wallahu a’lam bish-shawab.
Al-Imam Muhammad Amin Asy-Syinqithi dalam tafsirnya, Adhwa`ul Bayan (3/485), menukil kesepakatan ulama tentang bolehnya menyembelih hewan qurban secara umum, baik yang jantan maupun betina. Dalilnya adalah keumuman ayat yang menjelaskan masalah hewan qurban, tidak ada perincian harus jantan atau betina, seperti ayat 28, 34, dan 36 dari surat Al-Hajj.
Para ulama hanya berbeda pendapat tentang mana yang lebih afdhal. Yang rajih adalah bahwa kambing domba jantan lebih utama daripada yang betina. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih kambing kibasy (jantan) bukan na’jah (betina). Wallahu a’lam bish-shawab.
Ketentuan Hewan
Qurban
a. Kambing domba atau jawa
Tidak ada khilaf di kalangan ulama, bahwa seekor kambing cukup untuk satu orang. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/168-169).
Seekor kambing juga mencukupi untuk satu orang dan keluarganya, walaupun mereka banyak jumlahnya. Ini menurut pendapat yang rajih, dengan dalil hadits Abu Ayyub Al-Anshari , dia berkata:
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ n يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِهِ
“Dahulu di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, seseorang menyembelih qurban seekor kambing untuknya dan keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1510, Ibnu Majah no. 3147. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”)
Juga datang hadits yang semakna dari sahabat Abu Sarihah diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 3148). Asy-Syaikh Muqbil dalam Shahihul Musnad (2/295) berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Syaikhain….”
a. Kambing domba atau jawa
Tidak ada khilaf di kalangan ulama, bahwa seekor kambing cukup untuk satu orang. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/168-169).
Seekor kambing juga mencukupi untuk satu orang dan keluarganya, walaupun mereka banyak jumlahnya. Ini menurut pendapat yang rajih, dengan dalil hadits Abu Ayyub Al-Anshari , dia berkata:
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ n يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِهِ
“Dahulu di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, seseorang menyembelih qurban seekor kambing untuknya dan keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1510, Ibnu Majah no. 3147. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”)
Juga datang hadits yang semakna dari sahabat Abu Sarihah diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 3148). Asy-Syaikh Muqbil dalam Shahihul Musnad (2/295) berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Syaikhain….”
b. Unta
Menurut jumhur ulama, diperbolehkan 7 orang atau 7 orang beserta keluarganya berserikat pada seekor unta atau sapi. Dalilnya adalah hadits Jabir , dia berkata:
Menurut jumhur ulama, diperbolehkan 7 orang atau 7 orang beserta keluarganya berserikat pada seekor unta atau sapi. Dalilnya adalah hadits Jabir , dia berkata:
نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ
اللهِ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ
سَبْعَةٍ
“Kami pernah
menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
pada waktu Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7
orang.” (HR. Muslim no. 1318, Abu Dawud no. 2809, At-Tirmidzi no. 1507)
yang masyhur di kalangan kaumnDemikianlah ketentuan Sunnah Rasulullah muslimin, dahulu maupun sekarang.
Atas dasar itu, maka apa yang sedang marak di kalangan kaum muslimin masa kini yang mereka istilahkan dengan ‘qurban sekolah’ atau ‘qurban lembaga/yayasan’1 adalah amalan yang salah dan qurban mereka tidak sah. Karena tidak sesuai dengan bimbingan As-Sunnah yang telah dipaparkan di atas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
yang masyhur di kalangan kaumnDemikianlah ketentuan Sunnah Rasulullah muslimin, dahulu maupun sekarang.
Atas dasar itu, maka apa yang sedang marak di kalangan kaum muslimin masa kini yang mereka istilahkan dengan ‘qurban sekolah’ atau ‘qurban lembaga/yayasan’1 adalah amalan yang salah dan qurban mereka tidak sah. Karena tidak sesuai dengan bimbingan As-Sunnah yang telah dipaparkan di atas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang
mengamalkan suatu amalan tanpa contoh dari kami )xmaka dia tertolak.” (HR.
Muslim no. 1718 dari Aisyah
Al-Imam Asy-Syinqithi dalam tafsirnya Adhwa`ul Bayan (3/484) menegaskan: “Para ulama sepakat2, tidak diperbolehkan adanya dua orang yang berserikat pada seekor kambing….”
Penulis juga pernah bertanya secara langsung via telepon kepada Syaikhuna Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah, terkhusus masalah ini. Jawaban beliau seperti apa yang telah diuraikan di atas, qurban tersebut tidak sah dan dinilai sebagai shadaqah biasa. Walhamdulillah.
Al-Imam Asy-Syinqithi dalam tafsirnya Adhwa`ul Bayan (3/484) menegaskan: “Para ulama sepakat2, tidak diperbolehkan adanya dua orang yang berserikat pada seekor kambing….”
Penulis juga pernah bertanya secara langsung via telepon kepada Syaikhuna Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah, terkhusus masalah ini. Jawaban beliau seperti apa yang telah diuraikan di atas, qurban tersebut tidak sah dan dinilai sebagai shadaqah biasa. Walhamdulillah.
Umur Hewan Qurban
Diriwayatkan dari Jabir , dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Diriwayatkan dari Jabir , dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ
مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah kalian
menyembelih (hewan qurban) kecuali musinnah. Kecuali bila kalian sulit
mendapatkannya, maka silakan kalian menyembelih jadza’ah dari kambing domba.”
(HR. Muslim no. 1963)
Dalam hadits ini, Rasulullan memberikan ketentuan tentang umur hewan qurban yaitu musinnah.
Musinnah pada unta adalah yang genap berumur 5 tahun dan masuk pada tahun ke-6. Demikian yang dijelaskan oleh Al-Ashmu’i, Abu Ziyad Al-Kilabi, dan Abu Zaid Al-Anshari.
Musinnah pada sapi adalah yang genap berumur 2 tahun dan masuk pada tahun ke-3. Inilah pendapat yang masyhur sebagaimana penegasan Ibnu Abi Musa. Ada juga yang berpendapat genap berumur 3 tahun masuk pada tahun ke-4.
Musinnah pada ma’iz (kambing jawa) adalah yang genap berumur setahun. Begitu pula musinnah pada dha`n (kambing domba). Demikian penjelasan Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Bulughil Maram (6/84). Lihat pula Syarhul Kabir (5/167-168) karya Ibnu Qudamah .
Dalam hadits ini, Rasulullan memberikan ketentuan tentang umur hewan qurban yaitu musinnah.
Musinnah pada unta adalah yang genap berumur 5 tahun dan masuk pada tahun ke-6. Demikian yang dijelaskan oleh Al-Ashmu’i, Abu Ziyad Al-Kilabi, dan Abu Zaid Al-Anshari.
Musinnah pada sapi adalah yang genap berumur 2 tahun dan masuk pada tahun ke-3. Inilah pendapat yang masyhur sebagaimana penegasan Ibnu Abi Musa. Ada juga yang berpendapat genap berumur 3 tahun masuk pada tahun ke-4.
Musinnah pada ma’iz (kambing jawa) adalah yang genap berumur setahun. Begitu pula musinnah pada dha`n (kambing domba). Demikian penjelasan Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Bulughil Maram (6/84). Lihat pula Syarhul Kabir (5/167-168) karya Ibnu Qudamah .
Apakah disyaratkan
harus musinnah?
a. Unta, sapi, dan kambing jawa (ma’iz)
Mayoritas besar ulama mensyaratkan umur musinnah pada unta, sapi, dan ma’iz, dan tidak sah bila kurang daripada itu. Dasarnya adalah hadits Jabir di atas.
Adapun hadits Mujasyi’ :
a. Unta, sapi, dan kambing jawa (ma’iz)
Mayoritas besar ulama mensyaratkan umur musinnah pada unta, sapi, dan ma’iz, dan tidak sah bila kurang daripada itu. Dasarnya adalah hadits Jabir di atas.
Adapun hadits Mujasyi’ :
إِنَّ الْجَذَعَ يُوْفِي مِمَّا
يُوْفِي مِنْهُ الثَّنِيَّةُ
“Sesungguhnya jadza’
(hewan yang belum genap umur musinnah, pen) mencukupi dari apa yang dicukupi
oleh tsaniyah (hewan yang genap umur musinnah, pen.).” (HR. Abu Dawud no. 2799,
Ibnu Majah no. 3140, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud. Saya
katakan: Sanadnya hasan, karena dalam sanadnya ada ‘Ashim bin Kulaib dan
ayahnya. Keduanya shaduq (jujur).)
khusus berlaku untuk jadza’ah dari kambing domba saja (kambing domba dengantyang berumur 6 bulan). Demikian dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dasar hadits Jabir di atas. Wallahu a’lam.
b. Kambing domba (dha`n)
Yang afdhal pada dha`n adalah umur musinnah (1 tahun) dengan dasar hadits Jabir di atas. Tetapi apakah hal itu termasuk syarat3? Ataukah diperbolehkan menyembelih jadza’ah (umur 6 bulan) secara mutlak?
Pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur –bahkan Al-Qadhi ‘Iyadh menukilkan kesepakatan4– bahwa jadza’ah dari dha`n tidak sah kecuali bila kesulitan mendapatkan musinnah, dengan dasar hadits Jabir di atas.
Adapun hadits Abu Hurairah :
khusus berlaku untuk jadza’ah dari kambing domba saja (kambing domba dengantyang berumur 6 bulan). Demikian dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dasar hadits Jabir di atas. Wallahu a’lam.
b. Kambing domba (dha`n)
Yang afdhal pada dha`n adalah umur musinnah (1 tahun) dengan dasar hadits Jabir di atas. Tetapi apakah hal itu termasuk syarat3? Ataukah diperbolehkan menyembelih jadza’ah (umur 6 bulan) secara mutlak?
Pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur –bahkan Al-Qadhi ‘Iyadh menukilkan kesepakatan4– bahwa jadza’ah dari dha`n tidak sah kecuali bila kesulitan mendapatkan musinnah, dengan dasar hadits Jabir di atas.
Adapun hadits Abu Hurairah :
نِعْمَ الْأُضْحِيَّةُ
الْجَذَعُ مِنَ الضَّأْنِ
“Sebaik-baik hewan
qurban adalah jadza’ah dari dha`n.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad (2/445) dan At-Tirmidzi . Sanadnya dhaif, karena di dalamnya ada Kidam bin Abdurrahman As-Sulami dan Abu Kibasy, keduanya majhul. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 64)
Juga hadits Ummu Bilal bintu Hilal (dalam sebagian riwayat: dari ayahnya; pada riwayat lain langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam):
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad (2/445) dan At-Tirmidzi . Sanadnya dhaif, karena di dalamnya ada Kidam bin Abdurrahman As-Sulami dan Abu Kibasy, keduanya majhul. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 64)
Juga hadits Ummu Bilal bintu Hilal (dalam sebagian riwayat: dari ayahnya; pada riwayat lain langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam):
يَجُوزُ الْجَذَعُ مِنَ
الضَّأْنِ أُضْحِيَّةً
“Jadza’ah dari dha`n
diperbolehkan sebagai hewan qurban.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (3/39), Al-Baihaqi dalam Al-Ma’rifah (5650-5651), dan yang lainnya. Sanadnya dhaif, padanya ada Ummu Muhammad Al-Aslamiyyah, dia majhulah. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 65)
Adapun hadits Mujasyi’ yang telah dipaparkan sebelumnya (pada hal. 18), maka dijawab dengan ucapan Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam (4/174): “Kemungkinan hal itu semua ketika kesulitan mendapatkan musinnah.”
Saya katakan: Hal ini dikuatkan oleh sebab wurud hadits Mujasyi’ ini. Kulaib bin Syihab mengisahkan: Kami dahulu pernah bersama salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Mujasyi’ dari Bani Sulaim. Waktu itu, kambing sangat sulit dicari. Maka dia memerintahkan seseorang untuk berseru: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sesungguhnya jadza’ah itu mencukupi dari apa yang dicukupi oleh musinnah.” (Lihat Abu Dawud no. 2799, Ibnu Majah no. 3140)
Adapun hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani mengisahkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membagikan hewan qurban kepada para sahabatnya. ‘Uqbah mendapatkan jatah bagian jadza’ah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (3/39), Al-Baihaqi dalam Al-Ma’rifah (5650-5651), dan yang lainnya. Sanadnya dhaif, padanya ada Ummu Muhammad Al-Aslamiyyah, dia majhulah. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 65)
Adapun hadits Mujasyi’ yang telah dipaparkan sebelumnya (pada hal. 18), maka dijawab dengan ucapan Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam (4/174): “Kemungkinan hal itu semua ketika kesulitan mendapatkan musinnah.”
Saya katakan: Hal ini dikuatkan oleh sebab wurud hadits Mujasyi’ ini. Kulaib bin Syihab mengisahkan: Kami dahulu pernah bersama salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Mujasyi’ dari Bani Sulaim. Waktu itu, kambing sangat sulit dicari. Maka dia memerintahkan seseorang untuk berseru: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sesungguhnya jadza’ah itu mencukupi dari apa yang dicukupi oleh musinnah.” (Lihat Abu Dawud no. 2799, Ibnu Majah no. 3140)
Adapun hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani mengisahkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membagikan hewan qurban kepada para sahabatnya. ‘Uqbah mendapatkan jatah bagian jadza’ah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:
ضَحِّ بِهَا
“Hendaklah engkau
berqurban dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5547 dan Muslim no. 1965)
maka jawabannya adalah sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan jadza’ah di sini bukanlah jadza’ah dari dha`n, tetapi jadza’ah dari ma’iz (kambing jawa). Sebagaimana hal ini disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari (no. 5555) dengan lafadz: عتود. Dalam Fathul Bari (11/126) disebutkan: “’Atud adalah anak kambing ma’iz yang telah kuat dan berusia satu tahun.” Ibnu Baththal menegaskan: “’Atud adalah jadza’ah dari ma’iz.” Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar setelah itu: “Lafadz ini menjelaskan maksud kata ‘jadza’ah’ yang terdapat dalam riwayat lain hadits ‘Uqbah, bahwasanya ‘jadza’ah’ di sini adalah dari ma’iz.”
2. Adapun jawaban hadits ini yang membolehkan jadza’ah dari ma’iz adalah sebagai berikut:
a. Kebolehan tersebut khusus sebagai rukhshah untuk ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani . Sebab, dalam riwayat Al-Baihaqi ada tambahan lafadz:
maka jawabannya adalah sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan jadza’ah di sini bukanlah jadza’ah dari dha`n, tetapi jadza’ah dari ma’iz (kambing jawa). Sebagaimana hal ini disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari (no. 5555) dengan lafadz: عتود. Dalam Fathul Bari (11/126) disebutkan: “’Atud adalah anak kambing ma’iz yang telah kuat dan berusia satu tahun.” Ibnu Baththal menegaskan: “’Atud adalah jadza’ah dari ma’iz.” Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar setelah itu: “Lafadz ini menjelaskan maksud kata ‘jadza’ah’ yang terdapat dalam riwayat lain hadits ‘Uqbah, bahwasanya ‘jadza’ah’ di sini adalah dari ma’iz.”
2. Adapun jawaban hadits ini yang membolehkan jadza’ah dari ma’iz adalah sebagai berikut:
a. Kebolehan tersebut khusus sebagai rukhshah untuk ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani . Sebab, dalam riwayat Al-Baihaqi ada tambahan lafadz:
وَلَا رُخْصَةَ فِيْهَا
لِأَحَدٍ بَعْدَكَ
“Dan tidak ada
rukhshah (keringanan) untuk siapapun setelah itu.”
Sebagaimana pula rukhshah ini juga diberikan kepada Abu Burdah dalam riwayat Al-Bukhari (no. 5556, 5557) dan yang lainnya. (Lihat Fathul Bari, 11/129)
b. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (11/130) menegaskan: “Kemungkinan hal tersebut terjadi pada awal Islam, kemudian syariat menetapkan bahwa jadza’ah dari ma’iz tidak cukup. Dan Abu Burdah dan Uqbah khusus mendapatkan rukhshah itu….”
Wallahul muwaffiq.
Sebagaimana pula rukhshah ini juga diberikan kepada Abu Burdah dalam riwayat Al-Bukhari (no. 5556, 5557) dan yang lainnya. (Lihat Fathul Bari, 11/129)
b. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (11/130) menegaskan: “Kemungkinan hal tersebut terjadi pada awal Islam, kemudian syariat menetapkan bahwa jadza’ah dari ma’iz tidak cukup. Dan Abu Burdah dan Uqbah khusus mendapatkan rukhshah itu….”
Wallahul muwaffiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar