MENU BAR

Minggu, 25 Januari 2015

PUASA



Definisi Puasa/Shiyam

Shiyam jamak dari shoum (puasa). Menurut bahasa artinya menahan diri dari sesuatu, baik itu perkataan tindakan maupun makanan. Dan dalil-nya ialah firman Allah Ta'ala ketika menceritakan perkataan yang harus diucapkan Maryam AS:

Artinya: "Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Alloh Yang Maha Pemurah." (Q.S. Maryam 19:26) 

Maksudnya, menahan dan berdiam diri dari berkata-kata. Sedang shiyam menurut Syara' ialah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa (mufaththirat) sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan disertai niat. 

Dalil Disyari'atkannya Puasa Bulan Ramadhan

Dasar dari diwajibkannya puasa bulan Ramadhan ialah firman Allah Ta'ala:
Qs 2:183."Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"

Qs 2: 185  (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.


Dan sabda Nabi SAW:
Dalam hadits Abdullah bin Umar riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa puasa adalah salah satu rukun Islam yang agung dan mulia,

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima (perkara, pondasi): Syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasûluhu, mendirikan shalat, me­ngeluarkan zakat, berhaji ke Rumah Allah, dan berpuasa Ramadhan.”
Juga dalam hadits Thalhah bin Ubaidullah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, ketika seorang A’raby bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang Islam, beliau bersabda,

خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ . فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُنَّ قَالَ : لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ وَصِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ . فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ فَقَالَ : لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ . وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ : لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ مِنْهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ .

“Shalat lima waktu (diwajibkan) dalam sehari dan semalam.” Maka, ia berkata, “Apakah ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah. Juga puasa Ramadhan.” Maka, ia berkata, “Apakah ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah,” dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan (kewajiban) zakat terhadapnya. Maka, ia berkata, ‘Apakah ada kewajiban lain terhadapku?’ Beliau menjawab, ‘Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah.” Kemudian, orang tersebut pergi seraya berkata, “Demi Allah, saya tidak akan menambah di atas hal ini dan tidak akan menguranginya.’ Maka, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ia telah beruntung apabila jujur.’.”
Selain itu, hadits yang semakna dengan ini diriwayatkan pula oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, dan diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Jâbir bin Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ.
Selanjutnya, dalil lain terdapat dalam hadits Umar bin Khaththab radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim ,dan hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, tentang kisah Jibril yang masyhur ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang Islam, Iman, Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat. Ketika ditanya tentang Islam, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً.
“Islam adalah bahwa engkau bersaksi bahwa tiada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, engkau menegak­kan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan, serta berhaji ke rumah (Allah) bila engkau sanggup menempuh jalan untuk itu.”

Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama bersepakat bahwa siapapun yang mengingkari kewajiban puasa dianggap kafir, keluar dari Islam, dan dianggap telah mengingkari suatu perkara, yang kewajibannya telah dimaklumi secara darurat dalam syariat Islam.

Seluruh dalil di atas menunjukkan keuta­maan puasa yang sangat besar dan menunjukkan bahwa betapa agung nikmat dan rahmat Allah bagi umat Islam.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ dan Rasul-Nya telah menjelaskan berbagai macam keutamaan puasa secara umum dan keutamaan puasa Ramadhan se­cara khusus. Agar kita dapat bersegera dalam hal menggapai rahmat Allah dan bergembira terhadap karunia dan nikmat-Nya, berikut ini, kami menyebutkan beberapa keutamaan puasa. Di antaranya adalah:

Pertama, ampunan dan pahala yang sangat besar bagi orang yang berpuasa.
Allah Jalla Tsanâ`uhu menyebutkan sederet orang-­orang yang beramal shalih, yang di antara mereka adalah laki-laki dan perempuan yang berpuasa, kemudian menyatakan pahala untuk mereka dalam firman-Nya,
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“…Allah telah menyediakan, untuk mereka, ampunan dan pahala yang besar.” [Al-Ahzâb: 35]

Kedua, puasa adalah tameng terhadap api neraka.
Dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَسْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّيْ امْرُؤٌ صَائِمٌ
“… dan puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari kalian berada pada hari puasa, janganlah ia berbuat sia-sia dan janganlah ia banyak mendebat. Kalau orang lain mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.”
Juga dalam hadits Jâbir, ‘Utsman bin Abil ‘Âsh, dan Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Imam Ahmad dan selainnya, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
“Puasa merupakan tameng terhadap neraka, seperti tameng salah seorang dari kalian pada peperangan.”

Ketiga, puasa adalah pemutus syahwat.
Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, hendaklah ia menikah karena hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa karena sesungguhnya (puasa itu) adalah pemutus syahwatnya.”

Keempat, orang yang berpuasa mendapat ganjaran khusus di sisi Allah.
Hal tersebut karena puasa merupakan bagian kesabaran, sementara sabar terbagi tiga: sabar dalam hal menjalan­kan ketaatan, sabar dalam hal meninggalkan larangan, dan sabar dalam hal menerima ketentuan Allah. Orang yang berpuasa telah melakukan tiga jenis ke­sabaran ini seluruhnya, bahwa ia sabar dalam hal men­jalankan ketaatan yang diperintah dalam pelaksanaan puasa, sabar dalam hal meninggalkan segala hal yang dilarang dan diharamkan dalam pelaksanaan puasa, serta sabar dalam hal menjalani kepedihan terhadap lapar, haus, dan kelema­han pada tubuh. Karena puasa merupakan bagian kesabaran, wajar jika orang yang berpuasa mendapatkan pahala khusus yang tidak terhingga sebagaimana orang yang sabar mendapat pahala seperti itu. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ ber­firman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabar­lah yang pahala mereka dicukupkan tanpa batas.” [Az-Zumar: 10]

Kelima, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan.

Keenam, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau wangian kasturi.
Tiga keutamaan yang disebut terakhir termaktub dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرَ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya dilipat­gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa. Sesung­guhnya, (amalan) itu adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya karena (orang yang ber­puasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.’ Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan: kegembiraan ketika dia berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya. Sesung­guhnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kasturi.” (Lafazh hadits adalah milik Imam Muslim)

Ketujuh, puasa sehari di jalan Allah menjauhkan wajah seseorang dari neraka sejauh perjalanan selama tujuh puluh tahun.
Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Tidak seorang hamba pun yang berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali, karena (amalannya pada) hari itu, Allah akan menjauh­kan wajahnya dari neraka (sejauh perjalanan) selama tujuh puluh tahun.”

Kedelapan, pintu khusus di surga bagi orang-orang yang berpuasa.
Dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sâ’idy radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَدْخُلُونَ مِنْهُ فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang dinamakan Ar­-Rayyân. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang melewatinya, kecuali mereka. Dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Lalu mereka memasukinya. Jika (orang) terakhir dari mereka telah masuk, (pintu) itupun dikunci sehingga tidak ada seorang pun yang melaluinya.”

Kesembilan, puasa termasuk kaffarah (penggugur) dosa hamba.
Dalam hadits Hadzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِيْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya dapat ditebus dengan puasa, shalat, shadaqah, serta amar ma’ruf dan nahi mungkar.” (Konteks hadits adalah milik Imam Muslim)
Juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Shalat lima waktu, (dari) Jum’at ke Jum’at, dan (dari) Ramadhan ke Ramadhan, adalah penggugur dosa (seseorang pada masa) di antara waktu tersebut sepanjang ia menjauhi dosa besar.”
Bahkan, puasa menjadi bagian kaffarah pada beberapa perkara seperti pelanggaran sumpah[1], zhihâr [2], sebagian amalan haji[3], pembunuhan Ahludz Dzimmah ‘orang yang berada di bawah perjanjian’ tanpa sengaja[4], dan pembunuhan hewan buruan saat ihram[5].

Kesepuluh, puasa termasuk amalan yang mengakibatkan seseorang dimasukkan ke dalam surga.
Dalam haditsnya riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, An-Nasâ`i, Ibnu Hibban, dan lain-lain, Abu Umâmah radhiyallâhu ‘anhu berkata kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمُرْنِيْ بِعَمَلٍ أَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ . قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ.
“Wahai Rasulullah, perintahlah saya untuk mengerjakan suatu amalan, yang dengannya, saya dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda, ‘Berpuasalah, karena (puasa) itu tak ada bandingannya.’.”

Kesebelas, puasa memberi syafa’at pada hari kiamat.
Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ.
“Puasa dan Al-Qur`an akan memberi syafa’at untuk seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, saya telah melarangnya terhadap maka­nan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Saya telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ (Beliau) bersabda, ‘Maka, keduanya men­dapat izin untuk mensyafa’ati (hamba) tersebut.’.” (HR. Ahmad, Muhammad bin Nash Al-Marwazy, Al-Hâkim, dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Tamâmul Minnah hal. 394-395)

Kedua belas, pada Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta syaithan dibelenggu.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surgadibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu.”

Ketiga belas, orang yang berpuasa pada Ramadhan, karena keimanan dan hal mengharap pahala, dosa-dosanya diampuni.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan hal mengharap pahola, dosa­-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Selasa, 20 Januari 2015

Iman Kepada Hari Akhir

A.    Pengertian Iman Kepada Hari Akhir
Secara garis besar, pengertian iman kepada hari akhir adalah mengimani segala yang Allah informasikan dalam kitab-Nya dan segala yang Rasulullah saw.  jelaskan mengenai apa-apa yang terjadi setelah kematian berupa fitnah kubur, siksa kubur, nikmat kubur, kebangkitan ( al-ba’ts), penghimpunan (al-hasyr), lembaran-lembaran  catatan amal , perhitungan ( al-hisab), timbangan (al-mizan)  , telaga ( al -haudh), jembatan ( al-shirath), syafa’at, surga, neraka, dan apa yang Allah  sediakan untuk penghuni surga dan penghuni neraka.
B.     Dalil  Wajib Beriman Kepada Hari Akhir
1.      Dalil Umum
a.       Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 62 :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin , orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa sja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari akhir dan beramal shalih, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 
b.      Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ  
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
c.       Sabda Rasulullah saw. sebagai jawaban atas pertanyaan Jibril as. tentang iman :
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَاِئكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“ Yaitu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk “ ( HR. Bukhari dan Muslim )
2.      Dalil-dalil Khusus tentang sebagian perkara akhirat
a.       Firman Allah tentang ba’ts (kebangkitan)  :
ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ
Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (QS. Al-Mukminun/23 : 16)
b.      Firman Allah tentang hisab (perhitungan) :
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ (7) فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا (8) وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا (9) وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ (10) فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا (11) وَيَصْلَى سَعِيرًا (12)
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,  Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.  Dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.  Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang.  Maka dia akan berteriak: "Celakalah aku".  Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. Al-Insyiqaq/84 : 7-12)
Ayat-ayat di atas menunjukkan balasan atas amal kebaikan, hisab (perhitungan) yang mudah, pemeberian shuhuf (catatan amal) bagi para ahli kebaikan dengan tangan kanan dan kesenangan sesudah itu, serta menunjukkan hisab yang sulit, pemberian shuhuf kepada orang-orang yang berbuat jelek dari belakang punggungnya dengan tangan kiri dan siksa neraka sesudah itu.
c.       Firman Allah tentang telaga kautsar yang artinya:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. (QS. Al-Kautsar : 1)
Kautsar adalah telaga yang diberikan kepada Rasulullah saw. sebagai tempat minum umatnya, kecuali orang yang menyaalahi sunnahnya.
Selain dalil yang umum dan khusus di atas, al-Qur’an juga memberikan sanggahan kepada orang yang mengingkari kemungkinan terjadinya ba’ts (kebangkitan sesudah mati). Dalam hal ini ada empat metode yang digunakan al-Qur’an.
Pertama : Berdalil dengan penciptaan langit dan bumi dan benda-benda yang agung yang menjadi saksi atas kesempurnaan dan kecanggihan ciptaan Allah yang absolut; suatu perkara yang mengharuskan ke-Mahakuasaan Allah atas perkara yang lebih kecil dari   itu. Allah menjelaskan hal ini dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 99  :
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ وَجَعَلَ لَهُمْ أَجَلًا لَا رَيْبَ فِيهِ فَأَبَى الظَّالِمُونَ إِلَّا كُفُورًا
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah yang menciptakan langit dan bumi  adalah kuasa (pula) menciptakan yang serupa dengan mereka, dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka orang-orang  zhalim itu tidak menghendaki kecuali kekafiran.(QS. al-Isra’/17 : 99). Baca juga QS. al-Ahqaf/46 : 33, Ghafir/40 : 57 ).
Ayat di atas dan semacamnya menjelaskan bahwa menciptakan manusia serta membangkitkan sesudah mati adalah lebih ringan dari pada menciptakan makhluk-makhluk raksasa ini. Padahal semuanya itu kecil bagi Allah SWT.
Kedua : Berdalil akan adanya ba’ts dengan penciptaan manusia pertama kali. Oleh karena itu siapa yang dapat menciptakan manusia pertama kali, pasti mampu mengembalikannya untuk kedua kalinya. Kepastian seperti ini di antaranya disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Hajj ayat 5 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan dari (kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kmai telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kkemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian dengan (berangsur-angsur)  sampailah kamu kepada kkedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya tidak diketahuinya. (Qs. al-Hajj/22 : 5). Baca juga QS. al-Rum/30 : 27, Yaasiin/36 : 77-79, Qaaf/50 : 15 ).
Ketiga : Allah menegakkan dalil adanya kebangkitan sesudah mati dengan menghidupkan bumi sesudah matinya, seperti yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 57  :
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu Telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu, Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah kami membangkitkan orang-orang yang Telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (QS. Al-A’rof/7 : 57)
Keempat : Berdalil akan adanya  ba’ts dengan mengabarkan bahwa Allah telah menghidupkan sebagian orang yang sudah mati di dunia. Dalam hal ini antara lain Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 72-73  :
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (72) فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِ اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (73)
Dan ingatlah, ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Alllah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman ‘Pukullah  mayat itu dengan sebagian anggota  sapi betina itu!’D4mikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti. (QS. Al-Baqarah/2 : 72-73)
C.    Perhatian Al-Qur’an Terhadap Hari Akhir Dan Hikmahnya
Al-Qur’an sarat dengan informasi mengenai hari akhirat. Al-Qur’an sangat peduli untuk menegaskannya di banyak tempat, dan memastikan terjadinya dengan berbagai cara. Ini terlihat dari fakta-fakta sebagai berikut :
1.      Al-Qur’an banyak mengaitkan iman kepada hari akhirat dengan keimana kepada Allah     
     SWT. Misalnya dalam firman Allah swt. :
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ  
bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi (QS Al-Baqarah/2 :177).
   إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
 Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al–Baqarah/2 : 62). Baca juga : QS. Al-Baqarah/2 : 232, at-Taubah/9 : 29,al-Ankabut/29 : 36.
2.      Al-Qur’an banyak sekali menyebut-nyebut hari akhir, sampai-sampai tidak satu lembar pun dari Al-Qur’an yang tidak berbicara tentang hari akhirat. Akan anda temukan Al-Qur’an berbicara tentang hari akhirat dengan sangat terperinci, melebihi  penjelasan tentang hal gaib lainnya.
3.      Hal lain yang dapat dijadikan bukti adalah banyaknya nama yang Allah berikan untuk hari akhirat. Masing-masing nama menunjukan kedahsyatan peristiwa-peristwa yang terjadi hari itu. Di antara nama-namanya yang disebutkan dalam Al Quran  adalah al-qiyamah , as-saa’h, al-akhirah, yaumuddin, yaumul-hisab, yaumul fath, yaumul-talaq, yaumul-jam’I, yaumut-taghabun, yaumul khulud, yaumul-khuruj, yaumul-hasrah, yaumut-tanad, al-aazifah, ath-thammah, ash-shakhkhah, al-haqqah, al-ghasyiyah, al-waqi’ah, dan lain-lain.
Hikmah dari perhatian yang sedemikian besar terhadap rukun yang satu ini adalah:
1.    Iman kepada hari akhir mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia, sebab     iman kepada hari akhir dengan segala yang ada atau terjadi di dalamnya -surga,  neraka, hisab, siksa, pahala, keberuntungan, kerugian- mempunyai dampak yang sangat kuat dalam mengarahkan manusia, dan membuatnya berdisiplin serta komitmen dengan amal saleh dan takwa kepada Allah.
      Alangkah jauh perbedaan antara orang yang percaya dan yang tidak percaya bahwa ia akan dibangkitkan (setelah mati) dan segala amal serta ucapannya akan dihitung. Orang yang percaya pada hari akhir akan meyakini bahwa amal dan ucapan manusia akan dihitung di hadapan hakim yang paling adil, lalu yang baik diberi pahala dan yang buruk diberi siksa. Karenanya ia berdisiplin dengan kebenaran, kebaikan dan kemaslahatan, sesuatu yang akan memiliki bobot dan penghargaan di sisi Allah swt. pada hari itu. Sedangkan orang yang tak meyakini hari akhir merasa bahwa tidak ada yang mengikatnya selain kepentingan pribadi. Ia akan bertindak liar dan tidak ada yang mendisiplinkannya selain hawa nafsu dan syahwat. Tujuan hidupnya adalah tujuan yang egois dan tujuan yang menghalalkan segala cara, meski berbahaya sekalipun. Firman Allah :
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ (9)
Timbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan) . maka barang siapa berat timbangan amal baiknya maka itulah orang yang beruntung . Dan barang siapa yang ringan timbangan amal baiknya maka itulah orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami. (QS. Al-A’raf/7: 8-9)
Al Qur’an seringkali mengaitkan antara iman kepada hari akhir dengan amal saleh, ini mengisyaratkan bahwa iman kepada hari akhir mempunyai pengaruh besar terhadap hidup manusia. Di antaranya firman Allah swt. :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Yang akan memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. (QS.  At-Taubah/9 : 18 ).
Firman Allah :
لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ (44) إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ (45)
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.( QS. at-Taubah/9 : 44-45 )
     
Manusia diciptakan dalam keadaan mempunyai kecenderungan untuk mencari kemaslahatan dan menjauhi bahaya dari dirinya. Kecenderungan jiwa ini dikuatkan oleh iman kepada hari akhir. Iman itulah yang memotivasi dia melakukan kebaikan dan mencegahnya dari keburukan. Karena itu, Al-Qur’an menyebut-nyebut iman kepada hari akhir berulang kali dengan beraneka ragam gaya, agar keimanan itu terhunjam kuat dan berpengaruh besar dalam hati mukmin.
2.        Manusia banyak lupa dan lalai akibat cinta dan kesenangan dunia. Iman kepada hari akhir dan keyakinan pada balasan berupa siksa dan kenikmatan, akan mengurangi sikap extrem  dalam mencintai dunia itu. Ia jadi tahu bahwa dunia tidaklah layak menyita semua tenaga, usaha, dan persaingan. Yang layak mendapatkan itu semua hanyalah kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
Allah SWT. mengisyaratkan dalam ayat-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
     
Hai orang–orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah untuk berperang di jalan Allah”,  kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan sebagai ganti kehidupan akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (di bandingkan dengan ) kehidupan di akhirat hanyalah sedikit. (QS. at-Taubah/9 : 38) 
3.      Terjadinya hari akhir hingga sekarang masih membuat orang-orang kafir kebingungan dan keheranan. Mereka hanya melihat dengan pandangan yang pendek. Bagi mereka, kebangkitan bertentangan dengan ‘kenyataan’ yang mereka lihat, bahwa kematian hanyalah perubahan menjadi serpihan-serpihan dan tulang belulang. Tentang orang seperti itu  Allah menjelaskan :
ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ (1) بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ (2) أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ (3)
Qaaf. Demi Al-Qur’an yang sangat mulia. ( Mereka tidak menerimanya )  bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari ( kalangan ) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir : “  Ini adalah sesuatu yang amat ajaib . ( QS. Qaaf/50 : 1-3 )
Dalam banyak ayat, Allah menjelaskan bahwa pemahaman seperti itu adalah pandangan yang sempit dan pendek. Padahal dalam kehidupan inipun, telah banyak terjadi peristiwa yang mirip dengan kebangkitan itu. Akan tetapi hati mereka telah buta

IMAN KEPADA QADA DAN QADAR

Iman Kepada Qada dan Qadar

Bila kamu mengamati orang-orang dan teman-teman di sekelilingmu, maka akan terlihat bahwa Allah SWT telah menciptakan setiap manusia dalam keadaan yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Ada yang laki-laki dan ada pula yang perempuan, ada yang tampan dan ada yang kurang tampan, ada yang cantik dan ada pula yang kurang cantik. Ada yang berambut pirang, berambut hitam, ada yang berambut lurus, dan ada pula yang keriting. Ada yang berkulit putih, sawo matang, dan ada yang berkulit hitam. Ada sangat cerdas dan ada pula orang yang idiot. Seseorang tidak pernah meminta dilahirkan untuk menjadi bangsa Indonesia, bangsa Malaysia, Cina, Arab, Amerika, atau bangsa manapun. Semua itu merupakan ketetapan penciptaan Allah SWT yang sering kita sebut dengan takdir.

Bagaimana manusia menyikapi takdir Allah SWT tersebut ? Untuk lebih memahaminya simaklah pembahasan mengenai iman kepada Qadha dan Qadar berikut ini !

A. Ciri Beriman Kepada Qadha dan Qadar.

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dihadapkan kepada kenyataan hidup yang dialaminya. Kenyataan itu kadang ada yang berbentuk positif dan terkadang negatif, seperti :
• ada yang memuaskan ada yang tidak,
• ada yang menyenangkan ada yang menyusahkan,
• ada yang menurut kita baik ada yang buruk, dan sebagainya.

Bagi orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apapun kenyataan dan peristiwa yang dialaminya, akan ditanggapi dan diterima secara positif. Sebaliknya, bagi orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, kenyataan apapun yang diterima ditanggapi dan diterima secara negatif.

Contoh :
• Orang beriman yang tertimpa musibah menanggapi kenyataan ini dengan kesabaran dan ketabahan. Kesabaran dan ketabahan merupakan sika positif yang dinilai Allah SWt dengan pahala. Jadi, selama dia sabar dan tabah, selama itu pula pahalanya terus mengalir.
• Orang beriman ketika mendapatkan keberuntungan besar bersyukur dan merasa bahwa semua itu karunia dari Allah SWT. Untuk itu ia ingin berbagi kepada orang lain dengan menafkahkan sebagian keuntungannya tersebut.
• Orang yang tidak beriman ketika mendapat musibah merasa bahwa dirinya tidak berguna lagi. Dia merasa putus asa dan akhirnya melampiaskannya dengan berbagai macam perbuatan yang merusak, seperti melamun, merokok, mengkonsumsi narkoba, bahkan ada yang bunuh diri.
• Orang yang tidak beriman ketika mendapat keuntungan bisnis yang berlimpah malah menggunakannya untuk berfoya-foya. Dia merasa bahwa yang didapatnya itu semata-mata merupakan prestasi yang harus diraakan dan dia berhak dan bebas menggunakan sesuka hatinya.

Dengan memahami contoh-contoh tersebut, yakinkah kamu bahwa beriman kepada qadha dan qadar mempunyai peranan penting dalam kehidupan? Kalau yakin, tentu kamu ingin meningkatkan keimananmu kepada qadha dan qadar. Bagaimana ciri-ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar? Berikut ini merupakan ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar.

1. Selalu menyadari dan menerima kenyataan.

Iman kepada qadha dan qadar dapat menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk menerima kenyataan hidup. Karena yang terjadi adalah sudah pada garis ketentuan Allah pada hakekatnya bencana atau rahmat itu semata-mata dari Allah SWT. Firman Allah SWT :
Artinya : “Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Allah menghendaki bencana atasmu, atau menghendaki rahmat untuk dirimu dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah”. (QS. al-Ahzab : 17)

2. Senantiasa bersikap sabar.

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar akan senantiasa menerima segala sesuatu dengan penuh kesabaran, baik dalam situasi yang sempit atau susah dan tetap bersabar dalam situasi senang atau bahagia. Dengan demikian orang yang beriman kepada takdir Allah SWT senantiasa dalam keadaan yang stabil jiwanya.
Artinya : “Apakah manusia itu mengira mereka akan dibiarkan, sedang mereka tidak diuji lagi ?”. (QS. al-Ankabut : 2)

Wujud ujian dan cobaan bisa berupa tiadanya biaya pendidikan, fisik yang lemah, penyakit, orang tua meninggal, dilanda bencana alam, dan sebagainya. Perhatikan firman Allah berikut :
Artinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah : 155)

Renungkan ayat 155 surat al-Baqarah, yaitu supaya memberi berita gembira kepada orangorang yang sabar. Memang dalam menghadapi cobaan diperlukan sikap sabar. Tanpa sikap sabar akan sulit manusia mencapai sukses.

3. Rajin dalam berusaha dan tidak mudah menyerah.
Agar seseorang terus giat berusaha ia pun yakin bahwa segala hasil usaha manusia selalu diwaspadai, dinilai, serta diberi balasan. Firman Allah :
Artinya : “Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan di perlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)”. (QS an-Najm : 39-42)

4. Selalu bersikap optimis, tidak pesimis.
Keyakinan terhadap Qadha dan Qadar dapat menumbuhkan sikap yang optimis tidak mudah putus asa. Karena ia yakin walau sering gagal, pasti suatu saat akan berhasil sehingga tidak akan berputus asa. Firman Allah SWT :
Artinya : “…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)

5. Senantiasa menerapkan sikap tawakal.
Tawakal (berserah diri0 kepada Allah SWT akan tumbuh pada diri seseorang jika ia meyakini bahwa segala sesuatu telah dikehendaki Allah. Allah Maha bijaksana sehingga menurut keyakinannya Allah tidak mungkin menyengsarakannya. Allah sumber kebaikan sehingga tidak mungkin Allah menghendaki hamba-Nya kepada keburukan. Firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu. Tidak ada satu binatang melata pun, melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (QS. Hud : 56).

B. Hubungan Qadha dan Qadar

Beriman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman yang keenam. Qadha adalah ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih dahulu karena Dialah yang merencanakan serta yang menentukannya. Seluruh makhluk, baik malaikat, syetan, jin, maupun manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT tersebut.
Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan ini merupakan salah satu bentuk cara memahami qadha dan qadar Allah SWT. Manusia memang diberi kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya.

Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT semata. Rasulullah saw bersabda :
Artinya : “Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: baginda s.a.w bersabda: Allah SWT mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Ia masih berupa air mani. Setelah beberapa waktu Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal darah. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging. Apabila Allah SwT membuat keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Orang ini akan diciptakan lelaki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana rezekinya? Serta bagaimana pula ajalnya? Segala-galanya dicatat ketika masih di dalam kandungan ibunya”.(HR Bukhari dan Muslim)

Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang telah berlaku bagi setiap makhluk sesuai dengan ukuran dan ketentuan yang telah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah direncanakan terlebih dahulu oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du: 8)
Dari pengertian hadis dan ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah qadha dan qadar biasa disebut juga dengan takdir. Jadi, beriman kepada qadha dan qadar dapat dikatakan pula dengan beriman kepada takdir.

Takdir baru dapat diketahui oleh manusia dengan kenyataan atau peristiwa yang yang telah terjadi, contoh :
1. Terjadinya musibah bencana tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember tahun 2004 yang merenggut ratusan ribu korban meninggal dunia. Sebelum kejadian tersebut tak ada seorangpun yang mengetahuinya.

2. Dalam suatu kejadian kecelakaan yang menewaskan seluruh penumpang ternyata ada seorang bayi yang selamat. Menurut ukuran akal, si bayi adalah makhluk yang sangat lemah dan tidak mampu mencari perlindungan, tetapi malah dia yang selamat. Sementara penumpang lain yang sudah dewasa dan dapat berusaha menyelamatkan diri malah meninggal dunia.

3. Ada seorang yang dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin. Orang sekampung memperkirakan anak tersebut kelak juga akan menjadi miskin seperti orang tuanya. Namun, setelah anak tersebut dewasa ternyata menjadi orang yang pandai berdagang, sehingga dia menjadi orang yang kaya.

Contoh-contoh di atas hanyalah merupakan bagian kecil ari peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan takdir Allah SWT. Masih banyak sekali peristiwa yang bisa kita pahami sebagai perwujudan dari qadha dan qadar dari Allah SWT. Namun dari berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa qadha dan qadar Allah SWT akan tetap berlaku kepada setiap makhluk-Nya. Oleh karena itu, orang beriman harus meyakini dengan sepenuh hati akan adanya qadha dan qadar. Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (QS. Yasin : 38)
Dalam surat al-Hadid ayat 22, Allah juga berfirman :
Artinya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid : 22)

C. Contoh dan Macam-macam Takdir.

Meskipun segala sesuatu yang terjadi di jagat raya ini sudah ditentukan oleh Allah sejak zaman azali, tetapi pemberlakuan takdir Allah tersebut ada juga yang mengikutsertakan peran makhluk-Nya. Karena itulah, takdir dibagi menjadi dua, yaitu takdir mubram dan takdir mu’allaq :

1. Takdir Mubram

Dalam bahasa Arab, mubram artinya sesuatu yang sudah pasti, tidak dapat dielakkan. Jadi, takdir mubram merupakan ketentuan mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku atas setiap diri manusia, tanpa bisa dielakkan atau di tawar-tawar lagi, dan tanpa ada campur tangan atau rekayasa dari manusia.
Contoh takdir mubram antara lain :
Waktu ajal seseorang tiba
Usia seseorang
Jenis kelamin seseorang
Warna darah yang merah
Bumi mengelilingi matahari
Bulan mengelilingi bumi

Jika Allah sudah menetapkan bahwa seseorang akan mati pada suatu hari, di suatu tempat, pada jam sekian, maka orang tersebut pasti akan mati pada saat dan tempat yang sudah ditentukan itu. Ia tidak akan bisa lari atau bersembunyi dari malaikat Izrail, meskipun ia berada di dalam sebuah tembok benteng yang sangat kokoh. Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” (QS. an-Nisa : 78)

2. Takdir Mu’allaq

Dalam Bahasa Arab, mu’allaq artinya sesuatu yang digantungkan. Jadi, takdir mu’allaq berarti ketentuan Allah SWT yang mengikutsertakan peran manusia melalui usaha atau ikhtiarnya. Dan hasilnya aakhirnya tentu saja menurut kehendak dan ijin dari Allah SWT. Allah SWT. berfirman :
Artinya : “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-Ra’d : 11)

Beberapa contoh takdir mu’allaq antara lain adalah kekayaan, kepandaian, dan kesehatan. Untuk menjadi pandai, kaya, atau sehat, seseorang tidak boleh hanya duduk berpangku tangan menunggu datangnya takdir tapi ia harus mengambil peran dan berusaha. Untuk menjadi pandai kita harus belajar; untuk menjadi kaya kita harus bekerja keras dan hidup hemat; dan untuk menjadi sehat kita harus menjaga kebersihan. Tidak mungkin kita menjadi pandai kalau kita malas belajar atau suka membolos. Demikian juga kalau kita ingin kaya, tetapi malas bekerja dan suka hidup boros; atau kita ingin sehat, tetapi kita tidak menjaga kebersihan lingkungan, maka apa yang kita inginkan itu tak mungkin terwujud.

Sebagaimana ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar di atas, orang yang meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh pasrah begitu saja kepada nasib karena Allah SWT memberikan akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Allah SWT juga memberikan tubuh dalam bentuk sebaik-baiknya untuk digunakan sarana berusaha.
Dengan demikian, jelaslah bahwa beriman kepada qadha dan qadar Allah bukan berarti kita hanya pasrah dan duduk berpangku tangan menunggu takdir dari Allah; melainkan juga berusaha yang giat sepenuh hati mengubah nasib sendiri, berupaya bekerja dengan keras mencapai apa yang kita citacitakan