السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Allah SWT berfirman, ''Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya al-hayah ath-thayyibah.'' (QS An-Nahl:97). Al-hayah
ath-thayyibah dalam firman Allah ini dapat diartikan dengan hidup yang
gemah ripah, atau hidup aman, tenteram, dan sejahtera.
Ibnu Katsir dalam menjelaskan pengertian al-hayah ath-thayyibah mengutip sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ''Sungguh sangat berbahagia orang yang telah masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan hidupnya mapan berkat karunia Allah yang diberikan kepadanya.''
Al-hayah ath-thayyibah yang
dijanjikan ini hanya akan diraih oleh mereka yang melakukan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan. Kata shalih berasal dari kata shalaha
yang dalam kamus bahasa diartikan sebagai lawan kata fasid (rusak atau
kerusakan). Dengan demikian, kata shalih berarti terhentinya kerusakan,
atau yang bermanfaat dan sesuai.
Selanjutnya, amal saleh dirumuskan sebagai perbuatan-perbuatan
yang dilakukan secara sadar untuk mendatangkan manfaat dan atau menolak
mudarat, atau amal-amal yang sesuai dengan fungsi, sifat, dan kodrat sesuatu.
Dalam Alquran, kata shalaha diulang sebanyak 180 kali dalam
berbagai bentuk. Namun, secara umum digunakan dalam dua bentuk.
Pertama,
digunakan dalam bentuk muta'addy (transitif/membutuhkan objek).
Penggunaan bentuk ini berkonotasi aktivitas. Sebagaimana firman
Allah, ''Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya
itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu
telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan
adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.'' (QS Al-Hujurat: 9-10).
Kedua, digunakan dalam bentuk lazim (intransitif/tidak perlu objek).
Penggunaan bentuk ini berkonotasi sifat. Sebagaimana firman Allah, ''Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya.'' (QS Al-A'raf: 56). Sesuatu dikatakan shalih apabila
objeknya telah memenuhi atau sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditentukan,
atau objeknya direhabilitasi setelah sebelumnya mengandung nilai-nilai yang
belum terpenuhi atau tidak sesuai dengan fungsi (sifat) dan kodratnya.
Jika kita semua melakukan amal saleh yang orientasinya perbaikan hubungan antarsesama manusia, dan pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana mestinya, maka hidup sejahtera bukan sekadar impian, namun akan menjadi kenyataan. Wallahu a'lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar