MENU BAR

Jumat, 18 Juli 2014

MENGHORMATI HAK HIDUP



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه


Isak tangis ribuan orang memecah keheningan tatkala Rasulullah Muhammad berdiri di hadapan sahabatnya selepas berhaji. Di Mina, Rasul terakhir ini menyatakan bahwa pertemuan itu bisa jadi perjumpaan terakhir. Karena tak tahu, apakah pada tahun berikutnya ia bisa menunaikan haji dan bertemu di tempat itu lagi ataukah tidak.

Mereka menduga ucapan tersebut menjadi sebuah pertanda semakin dekatnya masa perpisahan antara mereka dengan manusia mulia itu. Namun, seolah ia mengabaikan isak tangis para sahabatnya itu. Meski mungkin ia pun masuk dalam pusaran keharuan. Sebaliknya, ia terus berbicara menyampaikan nasihat-nasihat bijaknya.

Di tengah padang pasir yang gersang dan di antara tangis haru para sahabat itu, ia menitipkan pesan agar seorang Muslim terus memelihara rasa cinta yang ada di dalam dirinya. Tak semestinya ia menumpahkan darah saudaranya akibat rasa dengki dan kebencian. Karena dengan perbuatannya itu, ia telah merampas hak hidup saudaranya sendiri.

Padahal, teks dalam kitab suci menyampaikan pesan bahwa mereka yang mengambil nyawa saudaranya tanpa sebab yang beralasan berarti ia telah mengambil nyawa setiap manusia yang ada di muka bumi. Sayang, nasihat itu tampaknya terabaikan oleh umat manusia dan umat Islam sendiri. Dorongan untuk saling meniadakan terus berkembang dalam benak mereka.

Ribuan nyawa melayang dari raga karena beragam alasan. Mereka bisa saja dibantai karena sebuah ambisi kekuasaan. Mereka bisa juga dimusnahkan karena sebuah kebencian yang mendalam. Bahkan, bisa saja nyawa itu melayang hanya karena sesuap nasi yang diperebutkan. Dan, nyatanya kini nyawa-nyawa di dalam raga mulai tak ada harganya.

Bukankah rasa cinta itu telah diajarkan dalam ritual haji pula yang mewujud pada saat menjalani Sai. Lupakah kita tergeraknya Hajar melakukan Sai, menuruni dan mendaki Bukit Shafa dan Marwa untuk menemukan sumber mata air, didasari oleh rasa cinta yang mendalam untuk menyelematkan sebentuk kehidupan.

Dengan sumber mata air itu, ia ingin menopang keberadaan hidup anaknya agar tak mati kehausan. Dalam teks suci dan makna dari sebuah ritual seperti haji, Islam memberikan penghargaan atas hidup. Maka haji mestinya menjadi sebuah titik balik bagi kita untuk memupus rasa benci yang mungkin telah menumpuk di dalam hati kita.

Pada peristiwa yang lebih dikenal sebagai haji Wada' atau haji perpisahan, Nabi Muhammad saw, juga menitipkan pesan agar umatnya menghormati dan bersikap santun kepada para wanita. Memperlakukan mereka dengan penuh kelembutan hingga mereka menjadi manusia yang terhormat.
Sebab, mereka bukankah manusia kelas dua yang pantas disia-siakan atau dicampakkan seperti yang terjadi pada masa kebodohan. Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw pantas menjadi contoh yang ideal. Ia selalu menghormati istrinya meski ia pun pernah berbeda pendapat dengannya.

Suatu saat, Nabi Muhammad saw berbeda pendapat dengan istrinya, Aisyah, namun ia tak pernah memaksakan kehendak dan ingin menang sendiri. Ia memiliki sikap toleran yang begitu tinggi terhadap istrinya. Hingga kemudian ia meminta Abu Bakar, sahabat yang sekaligus mertuanya, untuk mencoba menengahi perbedaan pendapat antara dia dengan Aisyah. Selayaknya, kita juga berlaku santun terhadap siapa saja, termasuk wanita

Wallohualam bisowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar